Palangka Raya (ANTARA News) - Yayasan Penyelamat Orangutan Borneo (Borneo Orangutan Survival/BOS) Palangkaraya memperkirakan sebanyak 1.500 hingga 1.600 orangutan Kalimantan (Pongo Pygmaeus) di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, terancam mati bila rencana Makin Group membuka perkebunan sawit di sana. "Dalam data kami, di hutan tempat Makin Group akan membuka perkebunan saat ini terdapat 1.500 hingga 1.600 orangutan dalam habitat alaminya, yang bila dibuka akan memusnahkan semua orangutan," kata Asisten Manajer Pusat Reintroduksi Orangutan (PROU) BOS Palangkaraya, Hardi Baktiantoro, kepada ANTARA News di Palangka Raya, Senin. Ia mengemukakan, pembukaan perkebunan sawit seluas 40.000 hingga 50.000 hektar oleh Makin Group di Kabupaten Katingan merupakan ancaman nyata terhadap keberadaan orangutan Kalimantan yang kini semakin tersudut. Bahkan, ia memperkirakan, populasi dan habitat orangutan Kalimantan itu akan hilang pada 2010 mendatang, seiring rencana pembukaan hutan dan lahan yang dikonversi menjadi perkebunan sawit besar-besaran di wilayah setempat. "Ancaman terbesar kini datang dari ekspansi perkebunan kelapa sawit yang bila terus dikembangkan dengan membabat hutan, maka bukan tidak mungkin pada 2010 di Kalteng tidak akan ditemukan lagi habitat asli orangutan," katanya menegaskan. Menurut dia, pembukaan perkebunan kelapa sawit adalah kembar siam dengan penebangan hutan yang menghabiskan pohon-pohon habitat alami orangutan Kalimantan. Setiap kali ada pembukaan lahan yang akan dikonversi menjadi perkebunan sawit, menurut dia, selalu ditemukan orangutan liar yang tersesat dan tengah berpindah habitat mencoba menyelamatkan diri. Dalam misi penyelamatan yang dilakukan BOS sejak Januari hingga November 2006, tercatat 220 ekor orangutan berhasil diselamatkan setelah habitatnya hilang terkonversi, dan sebagian besar orangutan tersebut berasal dari lokasi dibukanya perkebunan sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Hardi mengemukakan, orangutan yang selamat itu hanya bagian kecil dari kisah kekejaman dan kejahatan yang sering dialami orangutan di habitat aslinya, ketika terkadang induk mereka pun dibunuh saat pembukaan lahan. Ia menyesalkan tidak adanya proses hukum terhadap penjahat-penjahat hutan yang telah merusak lingkungan dan satwa dilindungi, padahal telah ada perangkat hukum yang jelas tentang hal itu, seperti dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. "Selama ini tidak pernah ada satu pun kasus penyelundupan, penyiksaan, pembunuhan orangutan yang sampai ke pengadilan, meski aturannya telah jelas tercantum dalam Undang-Undang beserta ancaman hukumannya," ujarnya. Mengenai dampak kebakaran hutan bagi orangutan Kalimantan, Hardi menambahkan, banyak yang ikut mati terbakar, meski jumlahnya tidak diketahui secara pasti, dan BOS memperkirakan sekitar seribu orangutan telah mati dalam kebakaran hutan selama ini lalu. (*)