Kadin: kenaikan tarif listrik pengaruhi biaya produksi
6 April 2015 18:47 WIB
Menko Kemaritiman Indroyono Susilo (kanan) menjadi narasumber didampingi Ketum KADIN Suryo Bambang Sulisto dalam acara Dialog KADIN di Jakarta, Senin (6/4). Dialog itu mengangkat tema peluang usaha di sektor kemaritiman dan pembiayaan usaha maritim. (ANTARA FOTO/Fanny Octavianus)
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengatakan kenaikan tarif listrik akan mempengaruhi biaya produksi perusahaan mengingat kontribusinya yang besar yakni sekitar 15 hingga 20 persen.
"Komponen listrik itu porsinya sekitar 15 hingga 20 persen, jadi tentu ada dampaknya ke cost production (biaya produksi)," kata Suryo seusai dialog bersama Menko Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo di Kantor Kadin, Jakarta, Senin.
Dengan asumsi komponen listrik yang sebesar 15-20 persen itu, kata dia, maka jika tarif listrik disimulasikan mengalami kenaikan sebesar 20 persen, maka bisa menyumbang kenaikan biaya produksi hingga 2 persen.
"Kalau naik listriknya 20 persen, ya naik (biaya produksinya) 2 persen. Kenaikannya kecil, tapi relatif berdampak pada kenaikan biaya produksi," ujar dia.
Suryo menuturkan, pelaku usaha tentu menginginkan tarif listrik yang lebih murah guna menekan biaya produksi.
Hal tersebut diyakini mampu memberi peluang bagi mereka untuk meningkatkan daya saing.
"Tapi tarif listrik kita kalau dibandingkan dengan negara lain kan beda. Makanya kita perlu coba kalau bisa ada yang lebih kompetitif," katanya.
Sebelumnya, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menetapkan tarif listrik pelanggan nonsubsidi pada April 2015 naik dibandingkan Maret 2015 setelah tujuh bulan berturut-turut atau September 2014 mengalami penurunan.
Data tarif tenaga listrik yang diperoleh dari situs PLN di Jakarta, Kamis menyebutkan pada April 2015 tarif listrik nonsubsidi untuk lima golongan pelanggan ditetapkan sebesar Rp1.465,89 per KWH.
Tarif tersebut mengalami kenaikan Rp39,31 per KWH atau 2,75 persen dibandingkan periode Maret 2015 sebesar Rp1.426,58 per kwh.
Kelima golongan pelanggan nonsubsidi yang dikenakan kenaikan tarif April 2015 sebesar Rp1.465,89 per KWH adalah rumah tangga menengah R2 dengan daya 3.500-5.500 VA, rumah tangga besar R3 dengan daya 6.600 VA ke atas, bisnis menengah B2 6.600-200.000 VA, kantor pemerintah P1 6.600-200.000 VA, dan penerangan jalan umum P3.
Sementara, tarif pelanggan listrik nonsubsidi lainnya yakni bisnis besar B3 di atas 200.000 VA, industri besar I3 di atas 200.000 kVA dan pemerintah P2 di atas 200 kVA ditetapkan Rp1.135,93 atau naik dibandingkan Maret Rp1.105,47 per KWH.
Pelanggan industri besar I4 berdaya 30 MVA ke atas naik dari Rp965 menjadi Rp991,6 per KWH dan golongan khusus L/TR, TM, dan TT naik dari Rp1.501,46 menjadi Rp1.542,84 per KWH.
Sebelumnya, sejak September 2014, tarif listrik nonsubsidi mengalami penurunan setelah naik pada Agustus 2014.
Pada September 2014, tarif ditetapkan Rp1.531,86 per kWh atau turun dibandingkan Agustus Rp1.571,08 per KWH.
Bulan-bulan selanjutnya tarif terus mengalami penurunan hingga Maret 2015 tercatat Rp1.426,58 per KWH.
Baru pada April 2015, tarif mengalami kenaikan menjadi Rp1.465,89 per KWH.
"Komponen listrik itu porsinya sekitar 15 hingga 20 persen, jadi tentu ada dampaknya ke cost production (biaya produksi)," kata Suryo seusai dialog bersama Menko Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo di Kantor Kadin, Jakarta, Senin.
Dengan asumsi komponen listrik yang sebesar 15-20 persen itu, kata dia, maka jika tarif listrik disimulasikan mengalami kenaikan sebesar 20 persen, maka bisa menyumbang kenaikan biaya produksi hingga 2 persen.
"Kalau naik listriknya 20 persen, ya naik (biaya produksinya) 2 persen. Kenaikannya kecil, tapi relatif berdampak pada kenaikan biaya produksi," ujar dia.
Suryo menuturkan, pelaku usaha tentu menginginkan tarif listrik yang lebih murah guna menekan biaya produksi.
Hal tersebut diyakini mampu memberi peluang bagi mereka untuk meningkatkan daya saing.
"Tapi tarif listrik kita kalau dibandingkan dengan negara lain kan beda. Makanya kita perlu coba kalau bisa ada yang lebih kompetitif," katanya.
Sebelumnya, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menetapkan tarif listrik pelanggan nonsubsidi pada April 2015 naik dibandingkan Maret 2015 setelah tujuh bulan berturut-turut atau September 2014 mengalami penurunan.
Data tarif tenaga listrik yang diperoleh dari situs PLN di Jakarta, Kamis menyebutkan pada April 2015 tarif listrik nonsubsidi untuk lima golongan pelanggan ditetapkan sebesar Rp1.465,89 per KWH.
Tarif tersebut mengalami kenaikan Rp39,31 per KWH atau 2,75 persen dibandingkan periode Maret 2015 sebesar Rp1.426,58 per kwh.
Kelima golongan pelanggan nonsubsidi yang dikenakan kenaikan tarif April 2015 sebesar Rp1.465,89 per KWH adalah rumah tangga menengah R2 dengan daya 3.500-5.500 VA, rumah tangga besar R3 dengan daya 6.600 VA ke atas, bisnis menengah B2 6.600-200.000 VA, kantor pemerintah P1 6.600-200.000 VA, dan penerangan jalan umum P3.
Sementara, tarif pelanggan listrik nonsubsidi lainnya yakni bisnis besar B3 di atas 200.000 VA, industri besar I3 di atas 200.000 kVA dan pemerintah P2 di atas 200 kVA ditetapkan Rp1.135,93 atau naik dibandingkan Maret Rp1.105,47 per KWH.
Pelanggan industri besar I4 berdaya 30 MVA ke atas naik dari Rp965 menjadi Rp991,6 per KWH dan golongan khusus L/TR, TM, dan TT naik dari Rp1.501,46 menjadi Rp1.542,84 per KWH.
Sebelumnya, sejak September 2014, tarif listrik nonsubsidi mengalami penurunan setelah naik pada Agustus 2014.
Pada September 2014, tarif ditetapkan Rp1.531,86 per kWh atau turun dibandingkan Agustus Rp1.571,08 per KWH.
Bulan-bulan selanjutnya tarif terus mengalami penurunan hingga Maret 2015 tercatat Rp1.426,58 per KWH.
Baru pada April 2015, tarif mengalami kenaikan menjadi Rp1.465,89 per KWH.
Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015
Tags: