Denpasar (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR Gamari Sutrisno mengatakan Rancangan Undang-Undang Radio dan Televisi Republik Indonesia (RTRI) saat ini sudah di bahas, dan dalam tahap sosialisasi ke daerah.

"Rancangan Undang-Undang RTRI tersebut merupakan inisiatif anggota Dewan, karena itu saya optimistis tahun ini harus selesai atau disahkan menjadi UU," katanya pada acara Dialog Publik yang diselenggarakan RRI Denpasar, Sabtu.

Ia mengatakan tujuan dari undang-undang itu sebagai upaya memberikan keleluasaan terhadap lembaga penyiaran agar independen dan profesional dalam menyampaikan berita-berita kepada publik.

"UU itu bertujuan memperkuat lembaga penyiaran publik tersebut agar independen dan profesional. Selama ini dalam pembiayaannya dibebankan kepada APBN dan APBD. Namun demikian bukan berarti lembaga penyiaran tersebut bisa ditekan oleh pemerintah," ucapnya.

Tetapi lebih dari itu, kata dia, dengan terbitnya UU itu diharapkan sepenuhnya RRI dan TVRI dibiayai oleh APBN. Sehingga selama ini ada shering pembiayaan dari APBD, sehingga menyebabkan lembaga ini belum mampu berjalan secara efektif dan optimal. Karena tergantung dari mana partai politik seorang gubernur itu.

"Walau sejatinya anggaran APBN maupun APBD adalah dana milik rakyat, namun secara teknis anggaran tersebut untuk melakukan kegiatan publik yang direncanakan pemerintah," ucapnya.

Begitu juga dalam struktur lembaga, kata Gamari Sutrisno, nantinya akan lebih optimal, semisal direktur utama cukup seorang saja. Dan untuk mendapatkan jabatan itu berdasarkan kemampuan kompetensi.

"Siapa saja bisa menduduki jabatan itu secara terbuka dengan sistem proporsional dan berbasis kompetensi. Dengan langkah itu juga siapa saja dapat mengajukan lamaran. Tidak mesti dari lembaga RRI atau TVRI," katanya.

Gamari Sutrisno lebih lanjut mengatakan langkah membuat UU tersebut juga seiring perkembangan teknologi, dimana zamannya ke arah digital. Sedangkan dua lembaga itu (RRI dan TVRI) milik negara yang bertujuan menyebarluaskan informasi kepada publik di seluruh Tanah Air.

"Kalau melihat sejarah dan keberadaan dua lembaga ini paling luas jangkauannya, karena di masing-masing daerah ada pemancar relay. Karena itu kami mendorong agar memiliki UU tersendiri yang akan mengatur lembaga tersebut," katanya.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Udayana Prof Dr Ibrahim mengatakan secara hukum ketatanegaraan, bila ada UU yang mengatur lembaga publik ini akan lebih kuat di masyarakat dan bisa dianggarkan melalui APBN.

"Secara hukum dalam mengubah nomorklatur tidak masalah. Karena sudah diatur dalam lembaran negara dari UU tersebut," katanya.