Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan perekonomian Indonesia saat ini sulit untuk tumbuh menuju angka tujuh persen, karena tidak mempunyai sarana infrastruktur yang memadai.

"Kita sadar, meskipun pertumbuhan ekonomi masih bagus, lima atau enam persen, tapi tidak sustainable karena dari sisi demand tidak diimbangi dengan supply yaitu infrastruktur, sehingga ada titik dimana kita tidak bisa tumbuh lebih tinggi lagi," ujarnya di Jakarta, Kamis.

Bambang mengatakan Indonesia memiliki ketertinggalan dalam penyediaan sarana infrastruktur, karena infrastruktur yang ada mulai rusak atau terbengkalai dan pembangunan yang baru masih terbatas serta tidak bisa dimanfaatkan dalam waktu dekat.

Beberapa contohnya adalah Bandara Udara Internasional Soekarno Hatta yang saat ini kalah bersaing dalam segi pelayanan dengan penumpang Bandara Udara Changi di Singapura serta proyek jalan tol Trans Jawa yang hingga kini belum usai meskipun sudah direncanakan sejak zaman Orde Baru.

"Kita tertinggal di infrastruktur, ada yang mulai rusak dan tidak bisa memenuhi kebutuhan, tapi ada yang pembangunan barunya terbatas. Padahal ada kebutuhan demand yang luar biasa yang dipicu pergerakan ekonomi, tapi supplynya tidak ada," katanya.

Bambang mengatakan pengadaan sarana infrastruktur merupakan masalah multidimensi namun pemerintah mencoba untuk menyelesaikan salah satu problem paling krusial yaitu skema pembiayaan, karena terbatasnya dana dari pemerintah.

"Kendala infrastruktur adalah kombinasi dari budget yang terbatas dengan BUMN yang tidak terlalu antusias untuk mengakomodasi infrastruktur. Kondisi ini ditambah dengan iklim investasi yang kurang menarik, karena ada masalah pengadaan tanah," jelasnya.

Untuk itu, ia mengharapkan Bank Infrastruktur yang segera terbentuk dari penyatuan PT Sarana Multi Infrastruktur dan Pusat Investasi Pemerintah dapat terlaksana dan menjadi penyedia dana jangka panjang bagi pendanaan infrastruktur di Indonesia.

Selain itu, kehadiran lembaga pembiayaan ini mampu menciptakan sinergi dengan investor swasta, "private equity" dan sektor perbankan untuk meningkatkan partisipasinya dalam pendanaan proyek infrastruktur yang membutuhkan sumber pembiayaan besar.

Bappenas dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah (RPJMN) mencanangkan estimasi kebutuhan pendanaan infrastruktur Indonesia periode 2015-2019 sebesar Rp5.519 triliun atau sekitar Rp1.102 triliun rata-rata per tahun.

Pemerintah tidak bisa memenuhi kebutuhan pembiayaan infrastruktur yang hanya dialokasikan dalam APBN-P 2015 sebesar Rp290 triliun dan salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan pendanaan adalah dengan melibatkan peran swasta.

Sementara, sektor perbankan nasional telah berpartisipasi dalam pembiayaan dengan menyalurkan kredit bagi pembangunan infrastruktur di Indonesia, meskipun jumlahnya hanya sekitar 16,8 persen dari keseluruhan kredit atau Rp244,8 triliun.