Jakarta (ANTARA News) - Penutupan situs-situs islami oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah langkah yang kurang cermat karena tidak semua situs itu mengajarkan radikalisme, kata anggota Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah Mustofa B Nahrawardaya.
"Media-media yang namanya tercantum dalam surat Kominfo dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak semuanya berisi tentang radikalisme," kata Mustofa di Jakarta, Selasa.
Menurut Mustofa, ada beberapa situs yang banyak berisi ilmu Islam sebagai rahmat untuk alam semesta, bukan tentang kekerasan atau mendukung Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Dan manfaatnya lebih banyak ketimbang madharat-nya. Maka dari itu, menutup situs-situs Islam yang rahmatan lil alamin dengan alasan radikalisme jelas tidak bisa dibenarkan," kata Mustofa.
Penutupan situs itu, kata dia, cenderung memberangus sumber-sumber berita dan sumber kajian Islam, ketimbang mencegah radikalisme dan terorisme.
Padahal ada situs-situs antiradikalisme yang justru diblokir oleh Kominfo, seperti laman hidayatullah.com, muslimdaily.net dan dakwatuna.com yang anti-ISIS.
"Selain penetapan daftar nama situs yang tidak cermat dan hampir semua situs bernafaskan Islam diberangus, alasan penutupan juga tidak mempertimbangkan aspek edukasi," katanya.
Jika pembredelan situs tetap dilakukan pemerintah, lanjut Mustofa, maka negara sama saja menutup akses informasi, padahal sejak reformasi digulirkan, pemerintah telah berupaya turut serta menyuburkan keterbukaan informasi.
Dia meminta pemerintah agar tidak tergesa-gesak menutup sebuah situs, sebaliknya pemerintah harus lebih aktif dalam mengelola informasi. Negara harus menyelenggarakan pembinaan, bukan memberangusnya, kata dia.
Tidak semua situs Islami itu radikal
31 Maret 2015 15:36 WIB
Ilustrasi Pemblokiran Internet (unsplash.com)
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015
Tags: