Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi mengusulkan agar penetapan harga BBM tidak diputuskan tiap bulan melainkan tiap tahun menyusul keputusan pemerintah menaikkan harga BBM sebesar Rp500 untuk premium dan solar per 28 Maret lalu.

"Kami soroti kalau frekuensi (penetapan harga) terlalu sering juga bahaya karena akan terjadi akumulasi dampak kenaikan BBM," ujarnya dalam rapat kerja Komisi VII DPR dengan Kementerian ESDM di Jakarta, Senin.

Usulan tersebut, katanya, didasari oleh "kegaduhan" yang terjadi di masyarakat akibat kenaikan harga BBM yang sifatnya asimetris, yaitu ketika harga BBM naik otomatis harga barang dan jasa akan ikut naik, tetapi bila kemudian harga BBM turun belum tentu harga barang dan jasa yang sudah naik akan ikut turun.

Untuk itu ia mengusulkan harga BBM ditetapkan setiap tahun dengan asumsi harga crude oil (minyak mentah) dan kurs dolar mengikuti apa yang tercantum dalam APBN.

"Kalau nanti dalam implementasinya ternyata harga crude lebih tinggi dari harga yang ditetapkan pemerintah, itu saya sebut sebagai risiko fiskal," katanya.

Jika terjadi perubahan harga minyak mentah yang cukup signifikan, menurut dia, maka pemerintah bisa melakukan penyesuaian harga misalnya dalam enam bulan sekali, tentunya setelah didiskusikan dengan pihak DPR.

"Dengan mekanisme penetapan harga seperti itu, pemerintah tidak perlu diserang tiap kenaikan harga seperti yang terjadi saat ini," ujarnya.

Kurtubi memahami bahwa keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM per 28 Maret lalu memang dilatarbelakangi oleh naiknya harga produk BBM di Singapura sesuai patokan Platts (MOPS) dan melemahnya nilai tukar rupiah.

"BBM kita 60 persennya harus dibeli di pasar internasional menggunakan dolar," katanya.