Banda Aceh (ANTARA News) - Tim Aceh Monitoring Mission (AMM) pada Jumat resmi meninggalkan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) setelah hampir 16 bulan memantau impelementasi pelaksanaan Nota Kesepahaman (MoU) damai Helsinki di antara Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Berakhirnya tugas pemantau asing itu ditandai dengan penurunan bendera negara-negara yang terlibat dalam tim AMM, yakni ASEAN (Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, dan Brunei Darussalam), serta dan Uni Eropa (UE) dalam upacara di markas besar AMM di Darussalam Banda Aceh. Upacara sederhana itu dihadiri Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Hamid Awaluddin, yang merupakan Ketua Delegasi Indonesia saat penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005, Penjabat Gubernur Aceh, Mustafa Abubakar, Pangdam Iskandar Muda, Mayjen TNI Supiadin AS, dan Waka Polda NAD, Brigjen Pol Rismawan. Ketua AMM, Pieter Feith, mengatakan bahwa misi AMM secara resmi dimulai pada 15 September 2005 dengan mandat awal untuk periode enam bulan, dan diperpanjang hingga 15 Desember 2006. Kehadiran misi AMM itu atas undangan resmi Pemerintah RI, dan mendapat dukungan penuh pimpinan GAM. AMM melaksanakan misinya untuk memberikan kontribusi terhadap sebuah proses penyelesaian konflik secara damai, menyeluruh, dan berkelanjutan di Aceh. UE dan ASEAN sepenuhnya menghormati integritas wilayah Indonesia dan melihat masa depan Aceh sebagai bagian dari Negara Kesatuan RI (NKRI), katanya. Sebagai bagian dari tugas AMM adalah pelucutan senjata GAM, serta pemulangan pasukan non-organik TNI dan Polri telah diselesaikan pada 5 Januari 2006. Sesuai dengan isi MoU Helsinki, GAM menyerahkan 840 pucuk senjata dari berbagai jenis kepada AMM, dan pada 27 Desember 2005 GAM secara resmi telah membubarkan sayap militernya (Tentara Nasional Aceh/TNA). Secara paralel, Pemerintah Indonesia telah memenuhi komitmennya dengan memulangkan pasukan TNI dan Polri non-organik dari Aceh yang seluruhnya berjumlah 14.700 orang TNI dan 9.100 polisi, katanya. Feith menyatakan, AMM juga telah memantau situasi HAM, proses perubahan perundang-undangan, reintegrasi anggota GAM, dan Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA). Ketua Misi Pemantau Aceh (AMM) itu pun telah meminta Calon Gubernur NAD, Irwandi Yusuf, yang sementara ini memenangi hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) NAD, dan pendukungnya untuk tidak lagi memakai atribut militer GAM apa pun, termasuk bendera. Dalam pandangan Feith, pemakaian atribut GAM itu bertentangan dengan MoU yang ditandatanganinya tahun 2005 lalu dengan Pemerintah RI, dan dapat merusak proses integrasi, serta memancing kecurigaan. (*) (Foto: Pieter Feith)