Indonesia punya potensi tidak impor beras
28 Maret 2015 01:15 WIB
ilustrasi - Pekerja mengangkut beras di gudang beras Badan Urusan Logistik (Bulog) di Tangerang, Banten (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia menyatakan Indonesia mempunyai potensi tidak mengimpor beras apabila pemerintah dapat membenahi sistem produksi pertaniannya.
"Sebagai contoh, dulu Vietnam datang ke Indonesia untuk belajar, namun sekarang malah Indonesia yang mengimpor beras dari mereka, jadi sebenarnya kita bisa untuk swasembada beras tetapi harus dengan berbagai macam perbaikan," kata Peneliti LP3E Kadin Indonesia Suharyadi di Jakarta, Jumat.
Hal tersebut, ia sampaikan dalam Forum Diskusi Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia, "Apakah Ketahanan Pangan Kita Sudah Kritis?" yang juga dihadiri oleh anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Suharso Monoarfa.
Ia mengatakan, pemerintah perlu serius dalam memperbaiki sistem produksi pertanian, misalnya perbaikan irigasi, penyuluhnya, pestisida, benih, dan harus juga ada lompatan teknologi dalam meningkatkan produksinya pertanian.
"Pemerintah telah giat dengan memberikan bantuan alat-alat mesin pertanian, misalnya traktor, combine harvester, maupun power thresher dan yang lebih penting isu tentang penarikan traktor yang telah diberikan kepada petani itu tidak benar," katanya.
Ia menambahkan, indeks keamanan pangan Indonesia masih sangat rendah karena berada di peringkat 72 dengan skor 46,5 dalam skala global.
"Bahkan di wilayah ASEAN, posisi Indonesia berada di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam," tuturnya.
Selain itu, kata Suharyadi, rata-rata harga beras kualitas medium di Indonesia lebih mahal dari rata-rata harga beras di Thailand dan Vietnam.
"Sebagai contoh, dulu Vietnam datang ke Indonesia untuk belajar, namun sekarang malah Indonesia yang mengimpor beras dari mereka, jadi sebenarnya kita bisa untuk swasembada beras tetapi harus dengan berbagai macam perbaikan," kata Peneliti LP3E Kadin Indonesia Suharyadi di Jakarta, Jumat.
Hal tersebut, ia sampaikan dalam Forum Diskusi Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia, "Apakah Ketahanan Pangan Kita Sudah Kritis?" yang juga dihadiri oleh anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Suharso Monoarfa.
Ia mengatakan, pemerintah perlu serius dalam memperbaiki sistem produksi pertanian, misalnya perbaikan irigasi, penyuluhnya, pestisida, benih, dan harus juga ada lompatan teknologi dalam meningkatkan produksinya pertanian.
"Pemerintah telah giat dengan memberikan bantuan alat-alat mesin pertanian, misalnya traktor, combine harvester, maupun power thresher dan yang lebih penting isu tentang penarikan traktor yang telah diberikan kepada petani itu tidak benar," katanya.
Ia menambahkan, indeks keamanan pangan Indonesia masih sangat rendah karena berada di peringkat 72 dengan skor 46,5 dalam skala global.
"Bahkan di wilayah ASEAN, posisi Indonesia berada di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam," tuturnya.
Selain itu, kata Suharyadi, rata-rata harga beras kualitas medium di Indonesia lebih mahal dari rata-rata harga beras di Thailand dan Vietnam.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015
Tags: