Kandungan Logam Berat Dalam Lumpur Lapindo Meningkat
14 Desember 2006 21:10 WIB
Bogor (ANTARA News) - Pakar lingkungan dan tanah Institut Pertanian Bogor (IPB) memperingatkan kecenderungan meningkatnya kandungan logam berat dalam lumpur di proyek PT Lapindo Brantas Inc. di Sidoarjo, Jawa Timur, yang akan berbahaya bila terlarut dan terserap dalam sumber air atau sumur maupun tanah di sekitarnya.
"Terlalu terburu-buru jika disimpulkan bahwa lumpur tidak mengandung logam berat atau kandungan logam beratnya sangat rendah. Ada kecenderungan kandungan logam berat meningkat," kata DR Ir Dwi Andreas Santosa dalam talkshow mengenai dampak lumpur Lapindo di Kampus IPB, Bogor, Kamis.
Menurut dia, ada fluktuasi kandungan kimia dalam lumpur yang belum diketahui penyebabnya.
Pada awalnya memang kandungan Natrium (Na) sangat tinggi, sedangkan logam berat rendah. "Namun, berdasar pengamatan terakhir kami, dari sampel lumpur yang diperiksa, ternyata kandungan logam berat, seperti Pb, Cr, Cd, Arsen dan Hg tinggi, sementara Na rendah," ujarnya.
Pb adalah simbol zat kimia untuk timbal (Plumbum), Cr (krom/Cromium), Cd (kadmium/Cadmium), Hg (air raksa/Hidrargirum).
Jika memang ini terbukti benar, menurut dia, maka harus ada tindakan tertentu untuk mengantisipasi dampak akibat paparan bahan berbahaya tersebut.
Tim IPB juga mendeteksi adanya bakteri patogen, seperti E. coli dan bakteri-bakteri lain yang berasal dari lingkungan. "Perlu juga diantisipasi bakteri-bakteri patogen tersebut kemungkinan berubah sifat menyesuaikan dengan lingkungan," katanya.
Sementara itu, ia menilai, untuk menangani pembuangan lumpur Lapindo, IPB memberi solusi pembuangan melalui spill way atau kanal terbuka ke arah Timur Laut di mana pada setiap titik tertentu dibuat saluran terbuka ke samping kiri dan kanan dengan radius sekitar satu hingga 1,5 kilometer, yang saat ini merupakan kawasan pertanian dan tambak.
"Rencana pembuangan luapan lumpur Lapindo ke laut melalui pipa dipandang sebagai tindakan yang tidak masuk akal karena lumpur yang padat tidak akan mengalir dan terjadi penyumbatan pipa," kata Andreas.
Sementara itu, ia mengemukakan, keputusan mengalirkan lumpur ke Sungai Porong juga akan menimbulkan masalah baru, yaitu banjir di musim hujan karena aliran sungai dari hulu akan terhambat oleh endapan lumpur.
Oleh karena itu, IPB memberikan solusi pembuangan lumpur Lapindo melalui spill way ke arah Timur Laut dan pada setiap titik tertentu dibuat saluran terbuka ke samping kiri dan kanan dengan radius sekitar satu hingga 1,5 kilometer, yang saat ini merupakan kawasan pertanian dan tambak.
"Saluran ini akan mengarah ke laut sekitar 12,4 kilometer. Berdasar pengamatan kami, wilayah sekeliling saluran tersebut jarang penduduk dan topografinya datar," katanya.
Pada setiap tiga kilometer, kata Andreas, dibuat spill way ke samping kiri dan kanan dengan radius sekitar satu hingga 1,5 kilometer sehingga lumpur terbuang ke kawasan persawahan dan tambak.
Setelah itu, ia merinci, saluran ditutup, dan baru bisa dilakukan rehabilitasi lahan termasuk melalui bioremediasi setelah lumput memadat.
Bioremediasi merupakan proses untuk menyembuhkan lahan yang sakit dengan memanfaatkan organisme baik itu berupa bakteri ataupun tanaman.
Namun, Andreas mengakui, dalam skala luas bioremediasi cukup sulit dilakukan.
Dengan sistem ini, lanjut dia, total volume lumpur yang bisa dibuang mencapai 74 juta m3, cukup untuk menampung semburan lumpur selama 470 hari atau sekitar 1,5 tahun.
Selain pembuangan lumpur melalui spill way, ia pun menegaskan, hal mendesak lain yang harus dilakukan adalah mengevakuasi penduduk setidaknya hingga radius setengah kilometer dari tanggul penahan lumpur.
Bahaya yang mengancam keselamatan penduduk dalam satu hingga dua bulan mendatang adalah melimpahnya lumpur akibat curah hujan tinggi, demikian Andreas. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006
Tags: