Korban jalan rusak tuntut Pemkot Bekasi kompensasi Rp800 juta
23 Maret 2015 23:40 WIB
Ilustrasi. Sejumlah kendaraan melintas di jalan protokol yang berlubang di kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (24/2). Lubang berdiameter sekitar 50 sentimeter tersebut sangat membahayakan peguna jalan terutama sepeda motor. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Bekasi (ANTARA News) - Pihak keluarga korban menuntut ganti rugi sebesar Rp800 juta lebih kepada pemerintah atas tewasnya Ponti Kadron Nainggolan akibat kecelakaan di jalan rusak.
"Tuntutan tersebut kami kalkulasi berdasarkan kerugian materi yang kami alami selama ayah saya meninggal," kata putri korban, Sulastri Maeda Yoppy, di Bekasi, Senin.
Menurut dia, besaran ganti rugi tuntutan itu dihitung berdasarkan usia produktif korban dan juga kerugian psikologis yang dialami keluarga.
"Usia ayah saya saat itu masih 53 tahun. Kalau dihitung usia produktifnya hingga 60 tahun, artinya ada tanggung jawab menghidupi keluarga yang hilang sebelum waktunya. Itu kami hitung Rp300 juta," katanya.
Menurutnya, almarhum semasa hidup bekerja menafkahi keluarganya dengan cara membuka toko dan mengelola bengkel.
Sementara Rp500 juta di antaranya dihitung sebagai ganti rugi psikologis keluarga almarhum yang ditinggalkan.
"Totalnya Rp800 juta lebih. Itu kita kalkulasi berdasarkan kebutuhan dan tidak mengada-ada," katanya.
Ponti Kadron Nainggolan diketahui tewas akibat kecelakaan lalu lintas pada 8 Februari 2014 lalu di Jalan Raya Siliwangi.
Saat itu korban melintas di Jalan Raya Siliwangi menggunakan sepeda motor, namun saat sampai di Pangkalan IV, sepeda motor korban terjatuh setelah melindas lubang sedalam 10 senti meter di lokasi tersebut.
Di saat bersamaan truk boks Hyundai menabrak korban dari arah yang berlawanan hingga kepala korban luka serius dan meninggal dunia.
Akibat peristiwa itu, keluarga korban melayangkan surat gugatan kepada Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, serta Kepala Dinas Perhubungan Kota Bekasi Supandi Budiman.
"Saya ingin pemerintah bertanggung jawab atas kejadian ini hingga memakan korban jiwa ayah saya, dan kedepan pemerintah harus memperbaiki jalan-jalan yang rusak agar tidak jatuh korban lagi," katanya.
Sulastri menambahkan, pihak keluarga saat ini berencana menjual menjual rumahnya di bilangan Bogor serta sebuah toko dan bengkel milik almarhum di Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, untuk menutupi kebutuhan biaya hidup saat ini.
Sementara itu, Sulastri hingga kini hanya hidup bersama dengan ibu kandungnya setelah ayahnya meninggal dunia dalam kecelakaan tersebut.
"Tuntutan tersebut kami kalkulasi berdasarkan kerugian materi yang kami alami selama ayah saya meninggal," kata putri korban, Sulastri Maeda Yoppy, di Bekasi, Senin.
Menurut dia, besaran ganti rugi tuntutan itu dihitung berdasarkan usia produktif korban dan juga kerugian psikologis yang dialami keluarga.
"Usia ayah saya saat itu masih 53 tahun. Kalau dihitung usia produktifnya hingga 60 tahun, artinya ada tanggung jawab menghidupi keluarga yang hilang sebelum waktunya. Itu kami hitung Rp300 juta," katanya.
Menurutnya, almarhum semasa hidup bekerja menafkahi keluarganya dengan cara membuka toko dan mengelola bengkel.
Sementara Rp500 juta di antaranya dihitung sebagai ganti rugi psikologis keluarga almarhum yang ditinggalkan.
"Totalnya Rp800 juta lebih. Itu kita kalkulasi berdasarkan kebutuhan dan tidak mengada-ada," katanya.
Ponti Kadron Nainggolan diketahui tewas akibat kecelakaan lalu lintas pada 8 Februari 2014 lalu di Jalan Raya Siliwangi.
Saat itu korban melintas di Jalan Raya Siliwangi menggunakan sepeda motor, namun saat sampai di Pangkalan IV, sepeda motor korban terjatuh setelah melindas lubang sedalam 10 senti meter di lokasi tersebut.
Di saat bersamaan truk boks Hyundai menabrak korban dari arah yang berlawanan hingga kepala korban luka serius dan meninggal dunia.
Akibat peristiwa itu, keluarga korban melayangkan surat gugatan kepada Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, serta Kepala Dinas Perhubungan Kota Bekasi Supandi Budiman.
"Saya ingin pemerintah bertanggung jawab atas kejadian ini hingga memakan korban jiwa ayah saya, dan kedepan pemerintah harus memperbaiki jalan-jalan yang rusak agar tidak jatuh korban lagi," katanya.
Sulastri menambahkan, pihak keluarga saat ini berencana menjual menjual rumahnya di bilangan Bogor serta sebuah toko dan bengkel milik almarhum di Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, untuk menutupi kebutuhan biaya hidup saat ini.
Sementara itu, Sulastri hingga kini hanya hidup bersama dengan ibu kandungnya setelah ayahnya meninggal dunia dalam kecelakaan tersebut.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015
Tags: