Jakarta (ANTARA News) - Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin mengatakan, buku Mendidik Tanpa Pamrih memotret sekitar 50 tokoh yang telah mengabdikan dirinya sebagai pengajar. Tidak sekedar mengajar, mereka juga menjadi pendidik, motivator, dan teladan bagi komunitasnya.

Menurut Kamaruddin, para tokoh yang terpotret dalam buku ini mengajari bahwa praktik mengajar itu tidak sebatas mengajarkan ilmu pengetahuan. Lebih dari itu, mereka mengajar dengan hati dan cinta. Dari situ, mereka terbukti berhasil melahirkan generasi bangsa yang tidak hanya cerdas dan pintar, tapi juga saleh dan berakhlakul karimah.

“Mereka berhasil menghasilkan sejumlah anak bangsa yang saleh, cerdas, pintar, dan berakhlakul karimah,” terang Guru Besar UIN Alauddin Makassar ini dalam acara peluncuran buku Mendidik Tanpa Pamrih: Kisah para Pejuang Pendidikan Islam dan Mutiara Terpendam: Profile para Penerima Beasiswa Pendidikan Islam, Senin.

Menurut Kamaruddin, mereka yang tertulis dalam buku ini adalah orang-orang yang telah memilih jalan yang tidak menjanjikan kesejahteraan, tapi menampilkan kebahagiaan spiritual. Buku itu misalnya memotret kisah Meirina Wanti, seorang perempuan muda belia yang mengabdikan dirinya mengajar di lingkungan Lapas Sidoarjo.

"Wanti menggedor hati kita semua," katanya. Di tengah anak remaja yang gemar-hura-hura, Wanti yang saat pertama mengajar di Lapas Sidoarjo berusia 18 tahun, memilih untuk berbagi cahaya pengetahuan kepada para pencuri sampai pembunuh.

Buku ini juga memotret sosok Sujanto yang memilih menghindari ingar binger kesibukan ekonomi Kota Tarakan dan memilih untuk menyibukkan diri pada aktivitas yang tidak popular, seperti mengajar mengaji, membuat betah anak-anak di mushalla, mengenalkan bedug dan kentongan, hingga mengajar kaligrafi.

Senada dengan Kamaruddin Amin, Sekjen Kemenag Nur Syam mengatakan bahwa buku ini telah membuka mata bahwa untuk menjadi pejuang, ternyata tidak perlu menjadi doktor atau professor terlebih dahulu. “Ternyata banyak orang tanpa profesor dan doktor yang sanggup beramal ikhlas dan itu dilakukan oleh para kiai dan ulama yang hebat,” tegas Nur Syam.

“Melalui pengabdian yang ikhlas dan sederhana, ternyata menorehkan hasil pengabdian yang sangat memadai,” tutupnya.