Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi dari Institut Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (Indef) Imaduddin Abdullah mengungkapkan sekitar 50 persen dari total usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kekurangan modal.

"Sektor ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah karena berdasarkan survei sebanyak 50 persen permasalahan utama mereka ialah kekurangan modal usaha," katanya di Jakarta, Senin.

Selain itu, lanjut permasalahan lain ialah kesulitan dalam pemasaran sebesar 24 persen, kurangnya keahlian 7 persen, dan faktor lainnya yang mencapai 19 persen.

Menurut dia, sektor UMKM turut berkontribusi pada perekonomian nasional karena mampu menyerap 107 juta tenaga kerja, atau sekitar 97,2 persen dari total angkatan kerja di Indonesia.

"Kontribusi UMKM dalam menyerap tenaga kerja jauh lebih besar daripada sektor usaha besar, sekitar 2,8 persen. Kontribusi pada PDB juga mencapai 59,1 persen," kata Imam.

Ia berpendapat bahwa pengalokasian dana sebesar Rp5 triliun dalam APBN-P 2015 untuk mengembangkan UMKM diharapkan pemanfaatannya berfokus pada hal-hal yang tidak difasilitasi oleh perbankan.

Terkait dengan peran sektor perbankan, pengamat ekonomi dari Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika mengatakan bahwa saat ini komitmen dan dukungan mereka pada UMKM makin melemah.

"Komitmen mereka pada sektor industri padat karya, sektor pertanian, itu makin melemah dalam 10 tahun terakhir. Pada tahun 2000, sebanyak 48 persen kredit bank lari ke sektor industri, kemudian pada tahun 2010 anjlok tinggal 18 persen," kata Erani.

Untuk itu, dia berharap sektor perbankan agar bisa menyadari bahwa industri dan pertanian merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia sehingga dapat membantu pihak-pihak tersebut.