Jakarta (ANTARA News) - Apa yang terpikirkan tiap memperingati Hari Air Sedunia pada 22 Maret? Salah satunya pasti soal ketersediaan air bersih.
Apalagi Peringatan Air Sedunia (World Water Day) 2015 bertema "Air dan Pembangunan Berkelanjutan" (Water and Sustainable Development).
Hari Air Sedunia adalah sebuah kampanye global pentingnya air bagi kehidupan serta perlindungan dan pengelolaan sumber daya air secara berkelanjutan. Peringatan itu ditetapkan melalui Resolusi PBB Nomor 147/1993 dan mulai tahun itu diperingati per tahun di seluruh dunia.
Indonesia masih mengalami persoalan dalam ketersediaan air bersih. Sepanjang tahun banyak wilayah di Indonesia mengalami masalah ini.
Pada musim kemarau, sumber air menjadi kering sedangka pada musim penghujan di daerah-daerah yang mengalami banjir kerap mencemari air bersih.
Air bersih merupakan sumber daya berbasis air yang bermutu baik dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau untuk kegiatan sehari-hari.
Menurut badan dunia, UNICEF dan WHO, Indonesia masuk dalam 10 negara yang sebagian penduduknya tidak mempunyai akses ke sumber air minum. Ke-10 negara itu adalah Tiongkok (jumlah penduduk yang mengalami masalah dengan ketersediaan air bersih mencapai 108 juta), India (99 juta), Nigeria (63 juta), Ethiopia (43 juta), Indonesia (39 juta), Republik Demokratik Kongo (37 juta), Bangladesh (26 juta), Republik Tanzania (22 juta), Kenya (16 juta), dan Pakistan (16 juta).
Upaya untuk memastikan ketersediaan air bersih terus dilakukan pemerintah. Di Yogyakarta, misalnya, Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Kota Yogyakarta menyiapkan empat paket pekerjaan penyediaan sarana prasarana air bersih dan penyehatan lingkungan yang akan tersebar di 20 lokasi untuk mendukung pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah.
Kepala Bidang Permukiman dan Saluran Air Limbah Dinas Kimpraswil Kota Yogyakarta Hendra Tantular menyebutkan bahwa berdasarkan penelitian beberapa pihak, air sumur warga banyak mengandung bakteri e-coli. Ia akan memasang peralatan "treatment" dan "reverse osmosis" (RO) yang ditempatkan di sumur warga yang berada di tempat mandi cuci kakus (MCK) komunal.
Peralatan itu dapat digunakan untuk menyaring berbagai partikel dan bakteri yang terkandung di air sumur sehingga air sumur yang dikonsumsi menjadi lebih bersih dan memenuhi baku mutu kesehatan.
Hendra menambahkan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana air minum tersebut sudah dilakukan sejak 2007. Sampai saat ini, pemerintah setempat sudah memasang peralatan itu di 276 lokasi.
Bupati Sukabumi Sukmawijaya terus membangun berbagai prasarana air bersih karena 40 persen warganya yang tersebar di 47 kecamatan belum menikmati air bersih untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Sejumlah elemen pegiat lingkungan hidup, akademisi dan praktisi di Provinsi Lampung menyuarakan imbauan untuk bersama-sama menyelamatkan sumberdaya air, mengingat adanya ancaman terjadi krisis air di Provinsi Lampung pada 2020.
Pemerintah daerah di Lampung diingatkan untuk bersungguh-sungguh memenuhi layanan air minum yang berkualitas dengan jumlah yang cukup dan tersedia sepanjang waktu bagi seluruh penduduk di Provinsi Lampung paling lambat pada tahun 2019.
Masyarakat di Lampung juga diimbau untuk memperlakukan air secara bijak, seperti melakukan upaya penghematan air, tidak membuang sampah/limbah ke badan air, dan memperbanyak upaya konservasi air, seperti penanaman pohon, pembuatan sumur resapan/lubang biopori.
Penguasaan terhadap sumber air dan pengelolaannya untuk menghasilkan air bersih dan air minum bagi masyarakat sudah seharusnya berada di tangan pemerintah sebagaimana ditetapkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal itu disampaikan Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) Mudjiadi pascaputusan MK yang membatalkan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Tata kelola
Sementara itu Kepala Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Tri Widiyanto mengatakan Indonesia membutuhkan tata kelola untuk pemanfaatan air secara maksimal lantaran penggunaannya selama ini belum dilakukan secara tepat atas manfaat air.
"Jika berbicara soal target Millenium Development Goals (MDGs) terkait akses air bersih masyarakat, capaian Indonesia belum memenuhi target 60 persen. "2015 ini pun capaiannya masih di bawah 40 persen," kata Tri Widiyanto.
Tata kelola air harus benar-benar diperhatikan. Kita memang mempunyai undang-undang yang bagus tetapi pemerintah belum memiliki instrumen untuk memantau penggunaan air sehingga ada kecenderungan air dikuasai oleh industri atau perusahaan besar. Pemerintah perlu memperkuat pengawasan terhadap pemanfaatan air.
Namun untuk urusan air juga jangan semua dibebankan ke pemerintah. Butuh kesadaran masyarakat dalam pemanfaatan air. Pada kenyataannya masyarakat ikut andil terhadap penurunan kualitas air di beberapa danau dan waduk-waduk di Indonesia. Contoh berlebihnya jumlah keramba apung di Danau Maninjau dan Danau Toba yang pada akhirnya sering memicu terjadinya "up willing" dan menyebabkan ribuan ikan mati.
LIPI sebagai otoritas penelitian tentu menyampaikan rekomendasi dan solusi kepada masyarakat melalui pemerintah seperti yang dilakukan di sekitar Danau Maninjau, Sumatera Barat. Pengurangan jumlah keramba sudah disampaikan bahkan kepada masyarakat secara langsung, namun memang butuh waktu untuk mengubah sesuatu di masyarakat.
Itu juga yang terjadi terhadap industri yang membuang limbah berbahayanya di Sungai Citarum. Meski sudah ada aturannya tetapi kenyataannya pembuangan limbah pabrik masih terjadi ke sungai.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak pemerintah membangun infrastruktur penyaluran air khususnya di wilayah terpencil untuk mendekatkan sumber daya air ke masyarakat sehingga masyarakat tidak kekurangan dan kesulitan mendapatkan air bersih.
Manajer Kampanye Nasional Walhi Edo Rakhman mengusulkan kepada pemerintah mengalokasikan dana yang memadai untuk pembangunan infrastruktur sehingga dapat mengalirkan air yang sumber mata airnya berada jauh dari pemukiman warga ke tempat tinggal masyarakat. Tidak ada salahnya pemerintah mengalokasikan dana sebesar-besarnya untuk kemudian bagaimana memenuhi kebutuhan air masyarakat yang berada di pulau-pulau, pulau yang terpencil sekalipun karena itu adalah tanggung jawab pemerintah, dan itu adalah perintah perundang-undangan dan konstitusi.
Dengan meningkatkan infrastruktur penyaluran air, akses air dapat dimiliki seluruh warga negara Indonesia untuk kebutuhan sehari-hari sehingga tidak ada lagi daerah yang mengalami krisis air. Permasalahan air yang sering terjadi seperti di daerah Nusa Tenggara Timur, Papua, dan wilayah kepulauan lainnya, dapat segera diatasi.
Pemerintah di setiap daerah memiliki tanggung jawab untuk terus mendorong masyarakat memperoleh hidup layak dengan ketersediaan air bersih khususnya untuk konsumsi.
Kita tidak bisa serta merta menyalahkan sumber daya manusia atau berbicara geografis wilayah dan seterusnya karena secara logika juga di mana pun wilayah pasti ada pemerintah di situ, sekecil apa pun komunitasnya pasti ada pemerintah di situ. Pemerintah harus terus berupaya menjamin akses air yang memadai bagi masyarakat, salah satunya dengan pembangunan infrastruktur sehingga air dapat tersalur hingga ke tempat tinggal warga bahkan di tempat terpencil sekalipun.
Air Bersih Negeriku
22 Maret 2015 07:25 WIB
Kesulitan Air Bersih. Anak-anak mengambil air bersih menggunakan gerobak di Buloa, Kecamatan Tallo, Makassar, Sulsel (2/10). Pucak musim kemarau warga di daerah tersebut kesulitan air bersih, mereka terpaksa membeli seharga Rp3 ribu hingga Rp5 ribu per gerobak. (ANTARA FOTO/Sahrul Manda Tikupadang)
Oleh Budi Setiawanto
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015
Tags: