Anggapan yang salah tentang kuliah di luar negeri
20 Maret 2015 19:33 WIB
ilustrasi Mahasiswa Indonesia menjadi duta budaya di Jiangxi Normal University, Tiongkok, dengan membawakan alat musik angklung dan seruling bambu dalam malam pertunjukan seni. (www.AntaraNews.com/Ella Syafputri)
Jakarta (ANTARA News) - Melanjutkan kuliah di luar negeri mungkin menjadi keinginan banyak pelajar di Indonesia dan sebaiknya orang tua juga memiliki informasi yang cukup tentang bersekolah di negeri orang.
"Banyak orang tua yang merasa khawatir dengan era Masyarakat Ekonomi ASEAN yang semakin dekat dan ingin memastikan anak mereka mendapat pendidikan terbaik. Sayangnya mereka tidak memiliki informasi yang cukup, sehingga menganggap kuliah di luar negeri adalah mahal, merepotkan dan berisiko tinggi," kata Manajer Pemasaran dan Humas UnisadhuGuna International Education, dalam siaran pers, Jumat.
Berikut adalah enam kekhawatiran orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya di luar negeri.
1. Mahal
Kuliah di luar negeri dapat ditempuh dengan mengikuti program pathway yang memungkinkan menekan biaya pendidikan hingga 60 persen.
Program pathway memungkinkan peserta kuliah di dalam dan luar negeri. Misalnya, peserta menempuh kuliah satu-dua tahun di dalam negeri lalu tahun berikutnya di universitas luar yang telah menjalin kerja sama.
Mata kuliah yang ditempuh di Indonesia pun dapat diterima di universitas luar negeri. Selain kuliah, peserta program pathway juga mendapat pemantapan untuk sekolah di luar negeri.
“Di tahun-tahun awal, banyak mahasiswa yang sulit beradaptasi saat kuliah di luar negeri. Pathway program menjamin mereka siap belajar dan langsung menyerap ilmu di sana,” kata Aimee.
2. Administrasi dan biaya rumah sakit merepotkan
Menurut Aimee, banyak negara yang menyediakan fasilitas kesehatan yang mudah diakses oleh mahasiswa asing. Ia mencontohkan di Australia, mahasiswa asing wajib mempunyai asuransi kesehatan yang disebut Overseas Students Health Cover (OSHC).
Untuk itu, ia menyarankan orang tua untuk mengenali pilihan asuransi yang ada di negara tujuan. Hal yang tidak kalah penting adalah membuka rekening bank di negara tersebut agar ketika terjadi keadaan darurat, mahasiswa memiliki akses untuk mendapatkan uang tunai.
3. Sulit memantau perkembangan anak
Aplikasi mengobrol melalui video seperti Skype memudahkan orang tua untuk berkomunikasi langsung. Jadwalkan komunikasi dengan anak agar dapat mengetahui perkembangannya.
4. Keamanan
Kebanyakan kampus di luar negeri memiliki sistem keamanan yang baik untuk melindungi peserta program.
"Tetapi keamanan anak Anda bukan hanya tanggung jawab kampus saja. Orang tua dan anak juga memiliki peran penting untuk meminimalisasi potensi kejahatan," kata Aimee.
Orang tua, misalnya, harus rajin mencari informasi tentang keamanan di lingkungan sekitar kampus dan tempat tinggal anak dengan memantau website kampus atau koran lokal.
5. Sulit mengurus tempat tinggal
Selain tinggal di asrama internasional yang ditawarkan kampus, ada juga opsi homestay (tinggal di rumah warga dengan asal negara yang sama), students lodge (akomodasi di luar kampus yang tersedia untuk mahasiswa internasional) atau apartemen khusus mahasiswa sekitar kampus.
Saat mengisi formulir aplikasi universitas, sudah ada pilihan akomodasi sehingga mahasiswa dapat merencanakannya sejak awal. Aimee menyarankan tempat tinggal sebaiknya diurus saat masih di dalam negeri.
“Biasanya kami sarankan untuk 1 semester pertama agar tinggal di akomodasi yang disediakan oleh kampus atau homestay, lalu di semester kedua dapat mencari tempat tinggal sendiri di apartemen maupun rumah bersama teman,” ungkapnya.
6. Visa sulit
"Jika semua persyaratan dilengkapi maka semestinya tidak ada masalah," kata Aimee.
Persyaratan yang perlu dilengkapi antara lain bukti penerimaan dari kampus tujuan, paspor, kartu keluarga dan bukti keuangan cukup.
Ikatan Konsultan Pendidikan Internasional Indonesia mencatat terdapat 50.000 pelajar Indonesia yang belajar ke luar negeri pada tahun 2012 dengan tren pertumbuhan sekitar 20% setiap tahun.
"Banyak orang tua yang merasa khawatir dengan era Masyarakat Ekonomi ASEAN yang semakin dekat dan ingin memastikan anak mereka mendapat pendidikan terbaik. Sayangnya mereka tidak memiliki informasi yang cukup, sehingga menganggap kuliah di luar negeri adalah mahal, merepotkan dan berisiko tinggi," kata Manajer Pemasaran dan Humas UnisadhuGuna International Education, dalam siaran pers, Jumat.
Berikut adalah enam kekhawatiran orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya di luar negeri.
1. Mahal
Kuliah di luar negeri dapat ditempuh dengan mengikuti program pathway yang memungkinkan menekan biaya pendidikan hingga 60 persen.
Program pathway memungkinkan peserta kuliah di dalam dan luar negeri. Misalnya, peserta menempuh kuliah satu-dua tahun di dalam negeri lalu tahun berikutnya di universitas luar yang telah menjalin kerja sama.
Mata kuliah yang ditempuh di Indonesia pun dapat diterima di universitas luar negeri. Selain kuliah, peserta program pathway juga mendapat pemantapan untuk sekolah di luar negeri.
“Di tahun-tahun awal, banyak mahasiswa yang sulit beradaptasi saat kuliah di luar negeri. Pathway program menjamin mereka siap belajar dan langsung menyerap ilmu di sana,” kata Aimee.
2. Administrasi dan biaya rumah sakit merepotkan
Menurut Aimee, banyak negara yang menyediakan fasilitas kesehatan yang mudah diakses oleh mahasiswa asing. Ia mencontohkan di Australia, mahasiswa asing wajib mempunyai asuransi kesehatan yang disebut Overseas Students Health Cover (OSHC).
Untuk itu, ia menyarankan orang tua untuk mengenali pilihan asuransi yang ada di negara tujuan. Hal yang tidak kalah penting adalah membuka rekening bank di negara tersebut agar ketika terjadi keadaan darurat, mahasiswa memiliki akses untuk mendapatkan uang tunai.
3. Sulit memantau perkembangan anak
Aplikasi mengobrol melalui video seperti Skype memudahkan orang tua untuk berkomunikasi langsung. Jadwalkan komunikasi dengan anak agar dapat mengetahui perkembangannya.
4. Keamanan
Kebanyakan kampus di luar negeri memiliki sistem keamanan yang baik untuk melindungi peserta program.
"Tetapi keamanan anak Anda bukan hanya tanggung jawab kampus saja. Orang tua dan anak juga memiliki peran penting untuk meminimalisasi potensi kejahatan," kata Aimee.
Orang tua, misalnya, harus rajin mencari informasi tentang keamanan di lingkungan sekitar kampus dan tempat tinggal anak dengan memantau website kampus atau koran lokal.
5. Sulit mengurus tempat tinggal
Selain tinggal di asrama internasional yang ditawarkan kampus, ada juga opsi homestay (tinggal di rumah warga dengan asal negara yang sama), students lodge (akomodasi di luar kampus yang tersedia untuk mahasiswa internasional) atau apartemen khusus mahasiswa sekitar kampus.
Saat mengisi formulir aplikasi universitas, sudah ada pilihan akomodasi sehingga mahasiswa dapat merencanakannya sejak awal. Aimee menyarankan tempat tinggal sebaiknya diurus saat masih di dalam negeri.
“Biasanya kami sarankan untuk 1 semester pertama agar tinggal di akomodasi yang disediakan oleh kampus atau homestay, lalu di semester kedua dapat mencari tempat tinggal sendiri di apartemen maupun rumah bersama teman,” ungkapnya.
6. Visa sulit
"Jika semua persyaratan dilengkapi maka semestinya tidak ada masalah," kata Aimee.
Persyaratan yang perlu dilengkapi antara lain bukti penerimaan dari kampus tujuan, paspor, kartu keluarga dan bukti keuangan cukup.
Ikatan Konsultan Pendidikan Internasional Indonesia mencatat terdapat 50.000 pelajar Indonesia yang belajar ke luar negeri pada tahun 2012 dengan tren pertumbuhan sekitar 20% setiap tahun.
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: