Tunis (ANTARA News) - Kelompok Negara Islam, yang juga disebut Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), mengklaim bertangungjawab atas serangan terhadap wisatawan asing di museum nasional Tunisia, yang menewaskan 21 orang, sementara pasukan keamanan menyisir para tersangka.

Pihak berwenang menyatakan sudah mengidentifikasi dua pria bersenjata yang terbunuh setelah serangan pada Rabu, memicu seruan persatuan nasional untuk melawan ekstrimisme.

Dalam pesan audio yang disiarkan daring pada Kamis (19/3), ISIS menyatakan "dua kesatria Negara Islam... dipersenjatai dengan senjata otomatis dan granat, membidik museum Bardo," di ibu kota.

Kelompok yang memiliki ratusan anggota warga Tunisia itu mengancam akan melakukan lebih banyak serangan dengan menyatakan: "Apa yang Anda lihat baru permulaan."

Otoritas menyatakan bahwa sekitar 3.000 warga Tunisia telah pergi ke Irak, Suriah dan Libya untuk ikut berperang, meningkatkan kekhawatiran mereka pulang sebagai militan garis keras yang akan merencanakan serangan-serangan.

Kantor kepresidenan mengatakan bahwa pasukan keamanan telah menangkap "empat orang yang berhubungan langsung dengan operasi (teror) dan lima tersangka yang terkait dengan sel tersebut.

Sumber di kepresidenan menyatakan bahwa tentara segera dikerahkan ke lebih kota-kota utama setelah ada serangan dan menekankan bahwa "kami tidak dalam kepungan".

Sementara kekhawatiran internasional tumbuh terhadap serangan terburuk pasca-revolusi di Tunisia, Presiden Beji Caid Essebsi mengatakan negaranya tidak akan takut pada ekstrimisme.

"Proses untuk menerapkan sistem demokrasi sedang diterapkan dan berjalan baik," katanya kepada televisi Prancis TF1.

"Kami tidak akan melangkah mundur," katanya seperti dikutip kantor berita AFP.

Pimpinan kelompok partai oposisi Islam, Ennahda, Rached Ghannouchi mengatakan, ia yakin bahwa "rakyat Tunisia akan bersatu menghadapi kebiadaban". (Uu.M007)