Bogor (ANTARA News) - Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Ferry Mursyidan Baldan, menyatakan, pembangunan kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) harus terintegrasi agar pembangunannya tertata karena selama ini rencana itu selalu menemui kegagalan.

"Saya ingin menggugah kesadaran kita tentang ini. Sebagai bangsa harus punya rasa malu. Gagasan sudah ada sejak 1966," kata Ferry Mursyidan Baldan dalam Konferensi Internasional Kelima Jabodetabek Study Forum di Kampus Pascasarjana IPB, Bogor, Jawa Barat, Selasa.

Menurut dia, selama konsep tersebut tercetuskan, sudah sekian banyak peraturan, kerja sama, serta perjanjian, tetapi tidak kunjung berhasil dalam menyelesaikan. Kegagalan juga kerjadi karena semua pihak menganggap pembangunan wilayah hanya sebuah proyek dan terpisah.

"Bahkan, Inpres pun dimunculkan dan terakhir perpres 54 tentang penataan ruang kawasan Jabodetabek Bopuncur. Ini sudah lama. Kalau memang tidak beres juga, saya memberi waktu kepada IPB, merenung, hentikan proyek ini kalau tidak bisa memperbaiki," kata Ferry.

Ditegaskan, sebagai sebuah kawasan semuanya harus dipandang sama dan tidak ada duplikasi kewenangan. Namun yang terjadi, secara administrasi, terjadi perbedaan kewenangan dan cita-cita yang berbeda.

Terlebih, lanjut dia, jumlah penduduk yang terus meningkat, memerlukan sudut pandang yang berubah. Semua pihak sudah harus berhenti mempersoalkan kota Jakarta sebagai kota besar dan melupakan kota penunjang di sekitarnya.

"Yang ingin kita bangun adalah kawasan untuk hidup. Kalau hanya membangun kota Jakarta, mudah. Sebagai sebuah Ibu Kota, harus dipotret sebagai sebuah kawasan," ucapnya.

Ferry menyebutkan, pemerintah daerah juga tidak terbiasa membangun kawasan yang melintasi batas-batas administrasi wilayah. Khusus di wilayah DKI Jakarta, Menteri ATR mengusulkan agar dilakukan moratorium pembangunan fisik, minimal selama dua tahun, kemudian menggenjot sistem drainase terlebih dulu.

"Ketika rencana tata ruang tersusun, harus diperkuat dengan adanya beberapa kewenangan yang bersifat khusus. Jadi Jabodetabek tidak perlu gubernur baru. Sehingga, rencana tata ruang kawasan bisa mendasarkan pada daya dukung wilayah dalam konteks rencana tata ruang nasional. Dengan demikian, tata ruang dan agraria terencana secara simultan dan terintegrasi," papar Ferry.

Nantinya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang menawarkan beberapa poin utama terkait pembangunan kawasan integrasi Jabodetabek, salah satunya membentuk badan pemerintahan khusus yang limitatif, yang mengatur kewenangan dan periodisasi untuk mengelola pemda dalam mengatur kawasan.

Kepala Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah-IPB, Ernan Rustiadi, menjelaskan, Jakarta sudah menjadi kota terbesar di dunia dan masih akan terus bertumbuh.

"Mungkin akan menjadi kota raksasa terbesar karena ekspansinya masih masif," kata Ernan.

Ke depannya, pembangunan kawasan Jabodetabek butuh regulasi yang kuat dari pemerintah. Tanpa kontrol kuat, kerusakan lingkungan hingga kapasitas transportasi, justru akan banyak mengancam ekonomi.