Jakarta (ANTARA News) - Dibandingkan orang pada umumnya, perokok berisiko tujuh kali lebih tinggi mengalami masalah gusi, salah satunya radang gusi, kata ahli jaringan gusi dan tulang penyangga gigi drg. Sandra Olivia, MARS, Sp. Perio.

"Tubuh memilki zat pelindung yang namanya PMN (polimononuclear neutrophilic) dan sitokin yang fungsinya bertempur dengan bakteri. Sisa pertempuran itu adalah gusi berdarah. Tetapi, pada perokok zat perlindung tak berfungsi, makanya tujuh kali berisiko alami masalah gusi dan tulang gigi," ujarnya di Jakarta, Senin.

Neutrofil merupakan sel pertama yang hadir ketika terjadi infeksi bakteri di suatu bagian tubuh.

Selain itu, ia mengemukakan, zat yang terkandung dalam rokok, seperti nikotin dan tar menjadi penyumbang masalah gusi dan gigi.

Nikotin, menurut dia, dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Akibatnya, ia mengemukakan, aliran darah yang membawa nutrisi untuk jaringan dan komponen pertahanan pada gusi terganggu.

Sementara itu, ia menjelaskan, tar dalam asap rokok yang mengendap pada permukaan mahkota dan akar gigi menyebabkan permukaan mahkita gigi menjadi kasar dan mempermudah perekatan plak pada gigi.

Padahal, ia menyatakan, penumpukan plak merupakan penyebab terbentuknya karies gigi, radang gusi.

Oleh karena itu, Sandra menyarankan perokok perlahan mengurangi, bahkan menghentikan kebiasaan merokoknya agar terhindari dari masalah gusi dan gigi.

Dia mengungkapkan, selain perokok, orang lanjut usia, penderita diabetes, orang yang kekurangan gizi, penderita penurunan imunitas, seperti penderita infeksi virus perapuh kekebalan tubuh/sindroma merapuhnya kekebalan tubuh (HIV/AIDS) dan perempuan hamil juga termasuk kelompok berisiko mengalami masalah gusi dan gigi.

Di masyarakat Indonesia, menurut dia, salah satu masalah gusi dan gigi yang umum terjadi ialah radang gigi.

Data Riset Kesehatan Dasar 2013 memperlihatkan, sekira satu dari empat orang Indonesia mengalami masalah gigi dan mulut, termasuk radang gusi (gingivitis) dan gusi berdarah.

Adapun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Februari 2015 mencatat, satu dari orang dewasa di dunia mengalami radang gusi.