Beijing (ANTARA News) - Pihak berwenang Tiongkok menahan hampir 1.000 pembela hak asasi manusia pada 2014, kata kelompok advokasi, Senin, dan menuding pemerintahan Presiden Xi Jinping menempatkan Tiongkok dalam "rekor terburuk pelanggaran hak asasi manusia sejak pertengahan 1990-an".

Angka tersebut mendekati jumlah pegiat yang ditahan sepanjang dua tahun sebelumnya, demikian diungkapkan kelompok Pembela Hak Asasi Manusia Tiongkok (CHRD) yang bermarkas di luar negeri dalam laporan tahunannya.

"Sejak Xi berkuasa, pihak berwenang melakukan serangan kejam dan tanpa henti terhadap kebebasan mendasar, untuk semakin mempersempit ruang gerak masyarakat madani, menyasar para pembela HAM yang menjadi pembawa pesan hak asasi manusia," tulis kelompok tersebut, seperti dikutip AFP.

"Dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya sejak 1990-an, setelah tragedi pembantaian Tiananmen, pegiat, pengacara, jurnalis, dan kelompok intelektual liberal dipenjara, dikenai tahanan rumah, dilarang berbicara di depan publik, ataupun dipaksa jadi pelarian di luar negeri," katanya.

Kelompok tersebut mencatat 955 kasus pegiat dan individu-individu yang dinilai merupakan pembela HAM kehilangan kebebasannya pada 2014. Jumlah pegiat yang ditahan selama dua tahun sebelumnya tercatat 1.160 orang.

Laporan itu dirilis tak lama setelah lima penggerak hak perempuan ditahan di Beijing karena merencanakan aksi protes terhadap pelecehan seksual pada Hari Perempuan Dunia.

Amnesti Internasional menyebut penahanan tersebut sebagai tindakan mengerikan, dan Uni Eropa meminta agar mereka dibebaskan.

Sejak memimpin Partai Komunis pada 2012, Xi melakukan kampanye melawan para pengkritik pemerintah dan ratusan orang ditahan atau dipenjarakan.

Tiongkok bersikeras bahwa mereka tetap menjaga hak asasi warganya, termasuk kebebasan untuk berkumpul, berekspresi, beragama dan kebebasan pers.

Namun menurut laporan CHRD itu, "tahun kedua pemerintahan Xi Jinping justru lebih kejam dibandingkan tahun pertama".

Lebih dari 200 pegiat, pengacara, jurnalis dan lainnya ditahan dalam peringatan 25 tahun insiden Tiananmen pada Juni dan gerakan pro-demokrasi Pendudukan Central di Hongkong pada musim gugur.

Disamping itu, lebih banyak pengacara hak asasi manusia yang kemungkinan ditahan atau dituntut pada 2014 "dibandingkan tahun-tahun sebelumnya sejak awal 2000-an, ketika pengacara semacam itu pertama kali muncul", kata CHRD.

"Mereka yang menuntut pelaksanaan hak asasi dan menantang sistem yang semakin represif, menghadapi pembalasan pemerintah termasuk dengan menggunakan kekerasan, penahanan sewenang-wenang, penghilangan paksa, intimidasi dan berbagai bentuk perlakuan lain," tulis kelompok itu.

Laporan itu menggambarkan Xi telah "memelopori perubahan ideologi kembali ke era Maoist".

Pada Januari, kelomok HAM berbasis di New York, Human Rights Watch mengatakan dalam laporan tahunannya bahwa Partai Komunis yang berkuasa telah "melakukan serangan luar biasa terhadap hak asasi manusia dan para pembelanya dengan tingkat keganasan yang belum pernah dilihat dalam beberapa tahun belakangan".

Laporan itu menambahkan bahwa perkembangan terakhir di Tiongkok "merupakan pertanda mengkhawatirkan karena pemimpin saat ini tampaknya akan tetap berkuasa hingga 2023".

(Uu.S022)