Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin pagi bergerak melemah sebesar 35 poin menjadi Rp13.220 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.185 per dolar AS.

"Nilai tukar rupiah belum menunjukkan adanya perbaikan seiring masih tingginya minat pelaku pasar terhadap dolar AS," kata Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada di Jakarta, Senin.

Menurut dia, spekulasi kenaikan suku bunga AS (Fed fund rate) yang kembali muncul menjadi faktor utama pelemahan pada nilai tukar rupiah. Sentimen penguatan dolar AS masih mendominasi pasar menjelang rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pekan ini.

Akan tetapi, ia mengatakan bahwa pelemahan mata uang rupiah terlihat cenderung terbatas seiring adanya upaya Bank Indonesia dan Pemerintah menyiapkan langkah kebijakan untuk meredam penurunan nilai tukar rupiah.

Di sisi lain, ia menambahkan bahwa dimulainya realisasi program pemberian stimulus moneter oleh bank sentral Eropa (ECB) dapat menahan laju penguatan dolar AS di pasar valas dalam negeri. ECB telah memulai programnya dengan membeli obligasi pemerintah dan beberapa aset swasta, dengan total 60 miliar euro per bulan.

Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta menambahkan bahwa perhatian investor akan sedikit teralihkan oleh angka neraca perdagangan Februari 2015 yang akan dirilis pekan ini. Diperkirakan masih mencatatkan surplus sehingga akan memberikan pengaruh positif bagi rupiah, paling tidak secara fundamental.

"Akan tetapi, sentimen penguatan dolar AS diperkirakan masih mendominasi arah pergerakan rupiah. Dengan dolar AS yang masih dalam tren naik, laju penguatan rupiah diperkirakan masih tertahan," katanya.

Ia mengatakan bahwa volatilitas mata uang rupiah juga diperkirakan masih akan tinggi menjelang pertemuan FOMC pada pekan ini. Pelaku pasar akan mencermati sinyal kenaikan suku bunga AS.