Brusel (ANTARA News) - Para pemimpin Uni Eropa (EU) tampaknya tidak akan mencapai kesepakatan pada pertemuan puncak mereka pekan depan terkait perpanjangan sanksi terhadap Rusia, yang akan berakhir Juli, kata seorang pejabat tinggi Uni Eropa, Jumat.
Sanksi-sanksi baru terhadap Rusia itu saat ini juga sudah tidak menjadi pilihan karena pemerintah negara-negara Uni Eropa ingin memberikan kesempatan bagi berlangsungnya gencatan senjata --yang rapuh-- di Ukraina timur.
Namun, beberapa dari 28 negara anggota EU sudah melakukan tekanan bagi adanya keputusan dini soal perpanjangan sanksi pada sektor keuangan, energi dan pertahanan Rusia yang disahkan pada Juli tahun lalu. Sanksi-sanksi itu sendiri dijatuhkan karena Rusia melakukan pencaplokan terhadap Krimea serta mendukung para pemberontak di Ukraina timur.
Sementara para pemimpin negara akan membahas sanksi-sanksi saat pertempuan puncak pekan depan, pejabat tinggi EU itu mengatakan sebagian besar pemimpin kemungkinan ingin menunda pembahasan soal pembaruan sanksi-sanksi ekonomi bagi Rusia sampai Juli nanti.
"Apa yang akan menjadi keputusan akhir akan diketahui di (pertemuan puncak) Dewan tapi menurut saya tidak ada suara bulat sama sekali bagi perpanjangan sanksi, yang akan berakhir pada Juli," kata pejabat tersebut kepada para wartawan namun ia meminta identitasnya tidak disebutkan.
Pemerintah negara-negara EU pada Jumat sudah setuju untuk memperpanjang sanksi-sanksi bagi warga dan perusahaan Ukraina serta Rusia, yang dituding merongrong kedaulatan, kesatuan wilayah dan kemerdekaan Ukraina.
Pembekuan aset dan larangan bepergian yang diterapkan terhadap 150 orang dan 37 perusahaan telah diperpanjang hingga enam bulan ke depan, yaitu sampai 15 September. Rincian menyangkut hal itu akan diumumkan dalam Jurnal Resmi EU, Sabtu.
Keputusan tersebut merupakan formalitas legal yang diambil setelah para menteri luar negeri EU pada Januari sepakat untuk memperpanjang sanksi-sanksi ini, demikian Reuters.
(Uu.T008)
EU mungkin tak sepakati perpanjangan sanksi untuk Rusia
13 Maret 2015 21:53 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin (REUTERS/Maxim Zmeyev)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: