Jakarta (ANTARA News) - Produk elektronik selundupan menguasai sekitar 40 persen pasar domestik sehingga mendistorsi pengembangan industri elektronik nasional. Hal itu dikemukakan Direktur Industri Elektronik Deperin Abdul Wahid dan Manager PT Panasonic Manucturing Indonesia (PMI) Daniel Suhardiman pada seminar industri elektronik nasional di Jakarta, Senin. "Saat ini salah satu masalah serius yang dihadapi industri elektronik adalah pasar elektronik illegal mengambil sekitar 40 persen pasar dalam negeri," kata Abdul Wahid. Akibatnya, lanjut dia, industri elektronik dalam negeri dirugikan karena pasar yang besar di Indonesia tidak bisa dioptimalkan untuk mendukung peningkatan kinerja industri nasional. Diakuinya untuk mengatasi tingginya tingkat peredaran barang elektronik selundupan itu pihaknya akan memperkuat kerjasama dan koordinasi dengan departemen perdagangan (Depdag) yang mengawasi peredaran barang di dalam negeri dan bea cukai sebagai pengjaga pintu masuk produk impor maupun ekspor. "Keterpaduan langkah untuk mengatasi penyelundupan merupakan suati keharusan, bila tidak akan berantakan. Karena itu Deperin mempererat barisan bersama dengan Depdag dan BC," katanya. Hal senada dikemukakan Manager PMI Daniel Suhardiman. Ia mengatakan saat ini pasar domestik hanya sekitar 36 persen yang dikuasai produk elektronik yang diproduksi di dalam negeri, sekitar 24 persen produk impor legal, dan 40 persen barang selundupan. "Pada 2005 dari total pasar elektronik konsumsi di dalam negeri yang diperkirakan mencapai sekitar Rp22trilun, penjualan produk elektronik yang diproduksi di Indonesia hanya Rp7,98 triliun, sekitar Rp4,05 triliun produk impor legal, dan sisanya ditengarai dikuasai produk selundupan," ujar Daniel. Saat ini, kata dia, dari sejumlah merek barang elektronik yang beredar di Indonesia sekitar 34 perusahaa adalah anggota Klub Pemasar Elektronik (EMC) dan sekitar 18 diantaranya memiliki pabrik produksi di Indonesia. Sebanyak 18 merek yang memiliki pabrik elektronik konsumsi di Indonesia antara lain Akari, Changhong, Cosmos, Hitachi, JVC, Kenwood, LG, Maspion, Panasonic, Shimizu, Polytron, Samsung, Sanken, Rinai, Sanyo, Sharp, dan Toshiba. Lebih jauh ia mengatakan, selain penyelundupan industri elektronik juga mengalami masalah pemalsuan dan peniruan merek maupun desain industri oleh produsen Cina yang barangnya beredar di Indonesia. Ia mencontohkan, beberapa produk elektronik yang diproduksi Panasonic yang desain industrinya sudah didaftarkan dan mendapat penghargaan Indonesia Good Desain Selection (IGDS), seperti exhaust van ditiru merek lain. "Sejumlah produsen elektronik di dalam negeri juga mengalami pemalsuan bahkan kemiripan merek seperti Panasonic menjadi Pansonic, National menjadi National Mega, atau televisi Toshiba dengan merek Bomba juga dipakai mereknya oleh produsen lain yang tidak jelas," ujar Daniel. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah melakukan pengawasan yang ketat terhadap peredaran barang di Indonesia dan menegakkan hukum terhadap pelangaran Hak atas Kekayaan Intelektual, serta mempercepat birokrasi pengurusan HaKI. "Standar pengurusan HaKi khususnya untuk desain industri 14 bulan, tapi kenyataannya paling cepat 17 bulan bahkan bisa sampai tiga tahun. Padahal siklus produk elektronik tidak lebih dari dua tahun," katanya. (*)