Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah maskapai yang tergabung dalam Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (Inaca) mulai mencemaskan rupiah yang terus melemah hingga menyentuh angka Rp13.030 per dolar AS pada Selasa pagi.

"Kita sudah mulai sakit perut, karena hampir seluruh biaya operasional menggunakan dolar," kata Sekretaris Jenderal Inaca Tengku Burhanuddin disela Sosialisasi Peraturan Menteri Perhubungan di Jakarta, Selasa.

Tengku mengatakan terdapat sejumlah komponen yang terkena dampak langsung sebesar 40 persen, termasuk avtur.

"Lalu avtur, walaupun minyak dunia turun, pendapatan kita kan dalam rupiah, ini yang bikin kita sulit," ucapnya.

Meskipun demikian, ia mengatakan pelemahan rupiah belum berpengaruh terhadap kenaikan harga tiket, namun jika terus melemah hingga ke angka Rp13.500 per dolar AS, maka lambat laun akan menurunkan daya beli masyarakat.

"Kalau sampai Rp13.500, itu yang kami takutkan kita lihat ke depannya, mungkin kita akan bicarakan dengan Kemenhub untuk penyesuaian," ujarnya.

Tengku menilai langkah lindung nilai atau "hedging" suatu maskapai tidak menjamin karena banyak risiko yang harus diambil.

Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Selasa pagi bergerak melemah sebesar lima poin ke level Rp13.030 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.025 per dolar AS.

Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada mengatakan bahwa munculnya data Amerika Serikat mengenai kenaikan jumlah pekerja diluar sektor pertanian hingga turunnya angka pengangguran membuat spekulasi kenaikan suku bunga acuan AS (Fed fund rate) kembali muncul.

Akibatnya, mata uang dunia termasuk rupiah mengalami tekanan terhadap dolar AS.

"Sentimen positif dari dalam negeri bagi rupiah pascadata cadangan devisa Indonesia per akhir Februari 2015 yang naik menjadi sebesar 115,5 miliar dolar AS atau setara dengan Rp1.501,5 triliun (kurs Rp13.000 per dolar AS) cenderung meredup oleh sentimen the Fed," ungkapnya.

Kendati demikian, menurut dia, sentimen positif domestik mengenai fundamental ekonomi Indonesia yang masih cukup baik dalam jangka panjang akan kembali menopang mata uang rupiah.

"Untuk sementara laju rupiah cenderung terkena imbas global, kedepan potensi pembalikan arah ke area positif," tukasnya.