Peneliti: DPRD DKI lampaui kewenangan
9 Maret 2015 21:57 WIB
Ilustrasi. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan usai rapat dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Jakarta, Rabu (4/3/15). Pertemuan tersebut membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta yang akan tetap dilaksanakan dengan menggunakan sistem e-budgeting. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Indonesia Budget Center Roy Salam mengatakan DPRD DKI melampaui kewenangan sesuai yang tertera dalam Pasal 96 UU 23/2004 tentang Pemerintah Daerah yang menyatakan fungsi anggaran membahas dan menyetujui anggaran yang diajukan Gubernur.
"Kalau melihat polemik yang ada, terlihat ada proses DPRD melampaui kewenangan yang diberikan UU karena mengusulkan kegiatan dan anggaran dalam RAPBD 2015," kata Roy di Jakarta, Senin.
Fungsi anggaran DPRD, ujar dia, hanya membahas dan menyetujui RAPBD yang diajukan gubernur, bukan menambah kegiatan dan anggaran dalam RAPBD itu.
Ia mengatakan menemukan 4.359 kegiatan baru dengan total Rp10,64 triliun di sekitar 50 SKPD/unit pengelola anggaran dalam RAPBD itu dan hal tersebut terjadi dari tahun ke tahun.
"Ini terus terjadi dari tahun ke tahun. Tahun 2008 kami temukan banyak anggaran seperti itu," ujar dia.
Ia menilai adanya kisruh DPRD dan pemda itu menunjukkan ketidaksiapan DPRD atas perubahan fungsi yang terbiasa dilakukan dari tahun ke tahun.
"Kalau masa lalu perdebatan seperti ini tidak terjadi. Karena kepala daerah yang sekarang tidak seperti dulu. Baru sekarang ada Gubernur yang tidak mau ada program siluman," ujar dia.
Kisruh APBD itu, kata dia, menunjukkan pemerintah harus memperbaiki sistem pengadaan barang dan jasa di daerah.
Sementara untuk hak angket, ia mengaku setuju pada pelaksanaannya dengan tujuan mengetahui siapa pemain sebenarnya antara eksekutif dan legislatif.
Ia menekankan pelaksanaan hak angket harus adil antara legislatif dan eksekutif untuk memperbaiki sistem anggaran setelah mengetahui pihak pemain yang mengubah APBD.
Ia juga berharap evaluasi APBD dilakukan di daerah-daerah lain di Indonesia karena kisruh ini dapat menjadi pelajaran bagi semua daerah.
"Kalau melihat polemik yang ada, terlihat ada proses DPRD melampaui kewenangan yang diberikan UU karena mengusulkan kegiatan dan anggaran dalam RAPBD 2015," kata Roy di Jakarta, Senin.
Fungsi anggaran DPRD, ujar dia, hanya membahas dan menyetujui RAPBD yang diajukan gubernur, bukan menambah kegiatan dan anggaran dalam RAPBD itu.
Ia mengatakan menemukan 4.359 kegiatan baru dengan total Rp10,64 triliun di sekitar 50 SKPD/unit pengelola anggaran dalam RAPBD itu dan hal tersebut terjadi dari tahun ke tahun.
"Ini terus terjadi dari tahun ke tahun. Tahun 2008 kami temukan banyak anggaran seperti itu," ujar dia.
Ia menilai adanya kisruh DPRD dan pemda itu menunjukkan ketidaksiapan DPRD atas perubahan fungsi yang terbiasa dilakukan dari tahun ke tahun.
"Kalau masa lalu perdebatan seperti ini tidak terjadi. Karena kepala daerah yang sekarang tidak seperti dulu. Baru sekarang ada Gubernur yang tidak mau ada program siluman," ujar dia.
Kisruh APBD itu, kata dia, menunjukkan pemerintah harus memperbaiki sistem pengadaan barang dan jasa di daerah.
Sementara untuk hak angket, ia mengaku setuju pada pelaksanaannya dengan tujuan mengetahui siapa pemain sebenarnya antara eksekutif dan legislatif.
Ia menekankan pelaksanaan hak angket harus adil antara legislatif dan eksekutif untuk memperbaiki sistem anggaran setelah mengetahui pihak pemain yang mengubah APBD.
Ia juga berharap evaluasi APBD dilakukan di daerah-daerah lain di Indonesia karena kisruh ini dapat menjadi pelajaran bagi semua daerah.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015
Tags: