Legislator nilai pelayanan PLN mengecewakan
6 Maret 2015 21:51 WIB
ilustrasi Gas Untuk Listrik Riau Pekerja memeriksa fasilitas penerima gas bumi Teluk Lembu milik PT. Energi Mega Percada (EMP) di Kota Pekanbaru, Riau, Jumat (7/11). (ANTARA FOTO/FB Anggoro)
Karimun, Kepri (ANTARA News) - Anggota Komisi VI DPR RI dari daerah pemilihan Provinsi Kepulauan Riau, Nyat Kadir menilai, pelayanan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero di wilayah Kepulauan Riau, masih mengecewakan.
"PLN, dia punya harga daya per KWH, paling tinggi di dunia, lebih tinggi dari Singapura bahkan Amerika. Tapi pelayanan PLN sampai sekarang mengecewakan," kata dia di Tanjung Balai Karimun, Kabupaten Karimun, Kepri, Jumat.
Buruknya pelayanan PLN di Kepri, kata Nyat Kadir, terlihat dari kondisi kelistrikan di ibu kota Provinsi Kepri, Tanjungpinang yang sering byar pet, termasuk juga di Natuna dan Karimun.
"Di Natuna, warga mengaku takut menghidupkan mesin-mesinnya karena bisa rusak akibat listrik dari PLN sering mati mendadak," kata dia.
Menurut dia, pelayanan PLN yang buruk sangat berdampak negatif dalam mengembangkan investasi, mengingat Provinsi Kepri, terutama di Kawasan Perdagangan Bebas Batam, Bintan dan Karimun merupakan daerah tujuan investor.
"Investor mana yang mau masuk kalau listriknya seperti itu. Saya pikir ini menjadi catatan penting untuk kita bahas dengan PLN selaku mitra kerja Komisi VI. Kita tidak bisa menyalahkan bupati, atau gubernur karena PLN adalah BUMN yang langsung di bawah pemerintah pusat melalui Kementerian BUMN," kata dia.
Ia berjanji akan membahas persoalan listrik di Kepri di Komisi VI dengan segera memanggil Dirut PT PLN serta kementerian terkait.
"Saya tahu betul kondisi listrik di Kepri. Saya juga sudah berkali-kali mengritik persoalan ini baik kepada menteri maupun Dirut PLN. Dirut PLN akan kita undang sekali lagi untuk membahas masalah ini, dan saya juga meminta masukan dari masyarakat untuk kita bahas bersama PLN dan Kementerian BUMN," tuturnya.
Persoalan listrik, kata dia lagi, memang cukup kompleks, sehingga perlu penyelesaian secara komprehensif. "Tantangannya cukup berat, dan kita mengerti persoalan listrik tidak sederhana yang dibayangkan. PLN berganti Dirut berapapun belum tentu dapat menyelesaikannya," kata dia.
"PLN, dia punya harga daya per KWH, paling tinggi di dunia, lebih tinggi dari Singapura bahkan Amerika. Tapi pelayanan PLN sampai sekarang mengecewakan," kata dia di Tanjung Balai Karimun, Kabupaten Karimun, Kepri, Jumat.
Buruknya pelayanan PLN di Kepri, kata Nyat Kadir, terlihat dari kondisi kelistrikan di ibu kota Provinsi Kepri, Tanjungpinang yang sering byar pet, termasuk juga di Natuna dan Karimun.
"Di Natuna, warga mengaku takut menghidupkan mesin-mesinnya karena bisa rusak akibat listrik dari PLN sering mati mendadak," kata dia.
Menurut dia, pelayanan PLN yang buruk sangat berdampak negatif dalam mengembangkan investasi, mengingat Provinsi Kepri, terutama di Kawasan Perdagangan Bebas Batam, Bintan dan Karimun merupakan daerah tujuan investor.
"Investor mana yang mau masuk kalau listriknya seperti itu. Saya pikir ini menjadi catatan penting untuk kita bahas dengan PLN selaku mitra kerja Komisi VI. Kita tidak bisa menyalahkan bupati, atau gubernur karena PLN adalah BUMN yang langsung di bawah pemerintah pusat melalui Kementerian BUMN," kata dia.
Ia berjanji akan membahas persoalan listrik di Kepri di Komisi VI dengan segera memanggil Dirut PT PLN serta kementerian terkait.
"Saya tahu betul kondisi listrik di Kepri. Saya juga sudah berkali-kali mengritik persoalan ini baik kepada menteri maupun Dirut PLN. Dirut PLN akan kita undang sekali lagi untuk membahas masalah ini, dan saya juga meminta masukan dari masyarakat untuk kita bahas bersama PLN dan Kementerian BUMN," tuturnya.
Persoalan listrik, kata dia lagi, memang cukup kompleks, sehingga perlu penyelesaian secara komprehensif. "Tantangannya cukup berat, dan kita mengerti persoalan listrik tidak sederhana yang dibayangkan. PLN berganti Dirut berapapun belum tentu dapat menyelesaikannya," kata dia.
Pewarta: Rusdianto Syafruddin
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: