Jakarta (ANTARA News) - Dentingan jam kematian yang semakin memekakkan telinga, Zainal Abidin masih berjuang sekuat tenaga untuk menyelamatkan hidupnya.

Bak, seseorang yang terseret arus deras air sungai, ia pun sigap menggapai rumput liar untuk sekadar tetap menghirup udara di muka bumi.

"Hingga kini Zainal masih berjuang untuk nasibnya. Jika ditanya pesan terakhirnya, malah saya tidak enak untuk menanyakan karena dia masih optimistis dan berpikir ke depan," kata pengacara Mgs Zainal Abidin, Ade Yuliawan yang dihubungi dari Palembang, Kamis (5/3).

Zainal yang kini sudah berusia separuh baya, merupakan terpidana mati asal Sumatera Selatan yang masuk dalam daftar eksekusi bersama kelompok "Bali Nine" asal Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, dan tujuh lainnya.

Menurut Ade, Zainal masih stabil secara fisik dan psikologis meski sudah mulai terusik dengan kesibukan di Lapas Batu, Nusakambangan, Jateng, sejak sepekan terakhir.

Lantaran itu, Mgs Zainal Abidin menyurati Kejaksaan Agung, Kamis (5/3), terkait dengan belum dijawabnya permohonan Peninjauan Kembali-nya yang diajukan ke Mahkamah Agung sejak 2005.

Surat tersebut dibuat dan ditulis tangan oleh yang bersangkutan karena surat yang pertama pada Senin lalu (melalui pengacara) tidak digubris oleh Kejagung.

"Zainal sungguh berharap mendapatkan kepastian mengenai permohonan PK-nya sebelum eksekusi yang direncanakan Kejagung dilaksanakan. Ini yang sebenarnya masih mengganjal di hati Zainal," kata Ade yang sudah berada di Pulau Nusakambangan, Jateng sejak sepekan lalu.

Ia yang diminta Zainal untuk mendampingi sebagai penasihat hukum ini, mengharapkan Kejagung memperhatikan keinginan ini apalagi pengeksekusian dinyakini tak berapa lama lagi.

"Waktu sudah semakin dekat, tapi hingga kini belum ada kepastian mengenai PK-nya, Zainal terus meminta saya untuk berjuang," ujar dia.

Ia mengharapkan Kejagung dapat mempertimbangkan waktu pengajuan PK tersebut ke Mahkamah Agung karena sudah 10 tahun lalu atau tidak setelah grasi ditolak oleh presiden pada 2014.

"Zainal mengajukan PK sebelum grasi atau bukan grasi ditolak, baru PK seperti yang dilakukan terpidana mati lainnya. Jangan karena yang bersangkutan ini orang miskin dan tidak ada yang mengurus jadi dikesampingkan saja, jika PK dikabulkan lalu sudah dieksekusi lantas bagaimana ?," kata dia.


Tidak Didampingi Keluarga

Terkait dengan keluarga, ia menjelaskan, hingga menjelang eksekusi ini, Zainal tidak mendapatkan kunjungan dari seorang pun anggota keluarga seperti terpidana mati lainnya.

Ia hampir 15 tahun di penjara, dan sejak lima tahun lalu dipindahkan dari Palembang ke Nusakambangan sehingga keluarga kesulitan untuk mengunjungi lantaran kesulitan biaya.

Keberadaan keluarga Zainal di Palembang juga sulit ditelurusi karena sudah berpindah tempat tinggal di Jalan KI Gede Ing Suro, RT1, Kelurahan 30 Ilir, Kecamatan IB II Palembang pascabencana kebakaran di kawasan Ki Gede Ing Suro pada 2014.

"Hanya ada satu keponakannya di Bangka Belitung yang pernah menelpon saya baru-baru ini, menyatakan tidak bisa ke Nusakambangan karena tidak ada biaya. Sementara mantan istri (sudah bercerai) dan anaknya tidak ada," ujar dia.

Berkas permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas perkara terpidana mati asal Sumatera Selatan Mgs Zainal Abidin tidak pernah dijawab oleh Mahkamah Agung sejak dikirimkan Pengadilan Negeri Palembang pada 5 Mei 2005.

Ketua Bidang Humas Pengadilan Negeri Palembang Posma P Nainggolan mengatakan, pihaknya akan memberitahukan kepada keluarga dan pengacara atas sikap Mahkamah Agung yang tidak pernah menindaklanjuti permohonan tersebut.

"Pengadilan Negeri sendiri tidak berwenang untuk mencampuri mengapa permohonan PK tidak ditindaklanjut karena yang di daerah ini sifatnya pasif atau hanya menunggu jawaban, semuanya kewenangan ada di MA," kata Posma.


Tim ke Nusakambangan

Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan telah mengirimkan tim yang terdiri dari empat orang ke Lembaga Pemasyarakatan Batu, Nusakambangan, Jawa Tengah, untuk keperluan mendukung proses eksekusi terpidana mati Mgs Zainal Abidin.

Kepala Kejati Sumsel T Suhaimi di Palembang, Kamis, mengatakan, keempat orang anggota tim itu, di antaranya, Asisten Tindak Pidana Umum Kejati Sumarsono, Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Palembang, dan Kepala Kejaksaan Negeri Palembang Rustam Gauz.

"Tim beranggotakan 12 orang, dan sementara ini sudah dikirimkan empat orang untuk mengurus segala keperluan terkait Zainal Abidin, atau dalam istilahnya survei," kata T Suhaimi yang dijumpai seusai serah terima jabatan Wakil Ketua Kejati Sumsel.

Ketika ditanya mengenai permohonan Peninjauan Kembali terpidana yang hingga kini belum mendapatkan jawaban dari Mahkamah Agung meski sudah dikirimkan sejak 2005 lalu, Suhaimi enggan berkomentar.

"Untuk PK saya no comment, yang jelas semua proses ini berada dalam satu komando yakni di Kejagung. Kejati hanya mengikuti saja," ujar dia.

Terkait dengan keluarga terpidana, Suhaimi memastikan sudah mendapatkan informasi karena salah seorang anggota keluarga telah menemui pihak Kejati beberapa waktu lalu.

"Mereka pada dasarnya menyatakan iklas menerima. Selain itu, mereka juga bertanya mengenai kapan pelaksanaan. Tapi seperti diketahui, semua orang tidak tahu kapan pastinya karena ini wewenang penuh Kejagung," kata dia.


Masuk Sindikat Penjara

Zainal Abidin merupakan terpidana mati kasus kepemilikan 58,7 kg ganja yang tertangkap pada 2001.

Pada persidangan di Pengadilan Negeri Palembang, 13 Agustus 2001, ia dituntut hukuman penjara selama 15 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum dan dijatuhi vonis lebih berat oleh majelis hakim yakni selama 18 tahun penjara.

Kemudian, Zainal berupaya banding ke Pengadilan Tinggi Palembang namun putusan pengadilan justru menjatuhi vonis hukuman mati pada 4 September 2001. Kemudian ia mengajukan kasasi atas putusan PT itu pada 3 Desember 2001 namun putusan tersebut justru diperkuat Mahkamah Agung.

Tak terhenti pada upaya kasasi saja, Zainal juga mengajukan Peninjauan Kembali (PK) pada 2005 dan hingga kini tidak pernah mendapatkan jawaban.

Puncak upaya hukumnya yakni pada 2015 dengan meminta grasi tapi ditolak Presiden Joko Widodo.

Sementara itu, dua terpidana mati asal Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran atau dikenal dengan kelompok "Bali Nine" telah berada Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Krobokan, Kabupaten Badung,ke Nusakambangan, Jawa Tengah, Rabu (4/3).

Kemenkum dan HAM menyatakan akan mengeksekusi kelompok Bali Nine dalam waktu dekat dengan beberapa terpidana mati lainnya, salah satunya Zainal Abidin yang kini berusia sekitar 50 tahun lebih.

Berdasarkan catatan Antara, terpidana mati Zainal Abidin alias Pak Cik merupakan salah satu dari tujuh warga binaan pemasyarakatan Lapas Batu, Pulau Nusakambangan, yang diamankan Kepolisian Resor Cilacap saat dilakukan penggeledahan sepanjang bulan Agustus 2013.

Dalam penggeledahan tersebut, Polres Cilacap mengamankan barang bukti berupa shabu seberat 156,5 gram, satu buah timbangan digital, tujuh buah telepon genggam, 10 buah SIM Card, empat buah pipet kaca, satu alat bakar dari pipa alumunium, dan beberapa sedotan plastik.

Enam warga binaan lainnya yang turut diamankan bersama Zainal Abidin, yakni Bambang Ponco Karno alias Popong (53) yang merupakan terpidana mati, Seprin Alpa alias Cupang (27), Slamet Teguh Wahyudi alias Yudi (39), Then Fon Tjong alias Avon (42), Fauzi, dan Suwiryo Umar alias Apau (40).

Keinginan Indonesia untuk segera mengeksekusi para terpidana mati ini juga dilatari maraknya sindikat narkoba di lapas yang dikomandoi oleh terpidana mati yang belum dieksekusi.

Putusan hukuman mati ternyata tidak membuat mereka bertaubat tapi malah semakin berani menjalani bisnis peredaran narkoba karena merasa kejahatan apapun yang dilakukan sudah tidak masalah lagi, tidak akan menambah apalagi mengurangi hukuman.