Ahok: DPRD jangan cabut hak angket
4 Maret 2015 12:44 WIB
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memberikan keterangan kepada wartawan usai rapat dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Jakarta, Rabu (4/3). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Jakarta (ANTARA News) - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) meminta fraksi-fraksi partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta tidak mencabut hak angket yang mereka gunakan.
Dengan digunakannya hak angket oleh fraksi-fraksi DPRD DKI, kata Ahok, maka Pemerintah DKI dan Dewan bisa mendapatkan penjelasan mengenai proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Saya juga berharap angket ini jangan dicabut oleh partai-partai supaya ini menjadi jelas, siapa yang menciptakan anggaran-anggaran siluman seperti itu," kata Ahok di Jakarta, Rabu.
Pada rapat paripurna yang digelar pekan lalu, seluruh fraksi DPRD telah menggunakan hak angket kepada Gubernur DKI Jakarta.
Belakangan satu-persatu fraksi mencabut hak tersebut, seperti Fraksi Partai Nasdem dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.
Ahok menduga DPRD telah menyusun APBD versi mereka sendiri dan memasukkan proyek-proyek fiktif yang nilainya mencapai Rp12,1 triliun.
Menurut dia, hal itu disebabkan Pemerintah DKI menerapkan sistem e-budgeting.
Ahok menduga, pemasukan proyek fiktif itu berdampak negatif kepada pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Kami tidak ingin, yang jadi korban, selalu SKPD. Tahun 2007, kasihan sekali anak-anak muda, PNS-PNS kami yang gara-gara belanja filing cabinet yang tidak bisa masuk ke sekolah, itu masuk penjara. Tapi orang yang menitipkan filing cabinet sebagai anggaran siluman, tidak ada satupun yang tersentuh," katanya.
Ahok bersikeras penggunaan e-budgeting akan menjadikan penggunaan anggaran di Pemprov DKI lebih transparan.
"Dengan e-budgeting kami langsung bisa menyiaur Rp4,3 triliun ditolak oleh sistem e-budgeting, jadi siapapun nggak bisa masukin ke e-budgeting. Saya yakin dengan penghematan seperti ini, Pak Presiden tidak perlu utang ke luar negeri, kalau kita bisa tepat menganggarkan uang sesuai belanja, dan tidak ada silpa yang besar di seluruh Indonesia Dan kita pasti bisa menyelesaikan APBD tepat waktu," katanya.
Dengan digunakannya hak angket oleh fraksi-fraksi DPRD DKI, kata Ahok, maka Pemerintah DKI dan Dewan bisa mendapatkan penjelasan mengenai proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Saya juga berharap angket ini jangan dicabut oleh partai-partai supaya ini menjadi jelas, siapa yang menciptakan anggaran-anggaran siluman seperti itu," kata Ahok di Jakarta, Rabu.
Pada rapat paripurna yang digelar pekan lalu, seluruh fraksi DPRD telah menggunakan hak angket kepada Gubernur DKI Jakarta.
Belakangan satu-persatu fraksi mencabut hak tersebut, seperti Fraksi Partai Nasdem dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.
Ahok menduga DPRD telah menyusun APBD versi mereka sendiri dan memasukkan proyek-proyek fiktif yang nilainya mencapai Rp12,1 triliun.
Menurut dia, hal itu disebabkan Pemerintah DKI menerapkan sistem e-budgeting.
Ahok menduga, pemasukan proyek fiktif itu berdampak negatif kepada pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Kami tidak ingin, yang jadi korban, selalu SKPD. Tahun 2007, kasihan sekali anak-anak muda, PNS-PNS kami yang gara-gara belanja filing cabinet yang tidak bisa masuk ke sekolah, itu masuk penjara. Tapi orang yang menitipkan filing cabinet sebagai anggaran siluman, tidak ada satupun yang tersentuh," katanya.
Ahok bersikeras penggunaan e-budgeting akan menjadikan penggunaan anggaran di Pemprov DKI lebih transparan.
"Dengan e-budgeting kami langsung bisa menyiaur Rp4,3 triliun ditolak oleh sistem e-budgeting, jadi siapapun nggak bisa masukin ke e-budgeting. Saya yakin dengan penghematan seperti ini, Pak Presiden tidak perlu utang ke luar negeri, kalau kita bisa tepat menganggarkan uang sesuai belanja, dan tidak ada silpa yang besar di seluruh Indonesia Dan kita pasti bisa menyelesaikan APBD tepat waktu," katanya.
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015
Tags: