Indonesia butuh rumusan tepat kurangi emisi karbon
3 Maret 2015 22:37 WIB
ilustrasi Suasana tata kota dan gedung perkantoran di kawasan Senayan, Jakarta, Rabu (7/3). Bangunan dan tata kota yang ramah lingkungan memiliki peran besar dalam pengurangan emisi gas rumah kaca, Indonesia menargetkan pengurangan emisi karbon sebesar 26 persen pada 2020 dibandingkan emisi pada 1997. (FOTO ANTARA/Yudhi Mahatma )
Jakarta (ANTARA News) - Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam Ridwan Djamaluddin mengatakan Indonesia membutuhkan rumusan global yang tepat untuk mengurangi emisi karbon.
"Hal lain tidak kalah penting bagi Indonesia untuk diperjuangkan di COP21 (Conference of Parties ke-21--red) di Paris, Prancis, bahwa minimal yang dirumuskan secara global harus relevan dengan Indonesia. Itu yang kita harus terus usahakan sendiri," kata Ridwan disela-sela International Workshop on Forest Carbon Emission di BPPT, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, dari teman-teman yang membuat model dan mengolah data mengaku sulit untuk mengolahnya secara maksimal, karena rumusan global yang digunakan tidak relevan dengan kondisi di Indonesia.
"Saya ikuti teman yang melakukan riset pengurangan emisi karbon, dan hambatan didapat dari teknologi, metodologi, teknik yang dikembangkan di dunia barat tidak bisa diterapkan di sini. Banyak penyesuaian harus dilakukan," ujar dia.
Karena itu, ia menegaskan bahwa perlu ada perumusan secara nasional bagaimana Indonesia dapat memenuhi rumusan global pengurangan emisi karbon yang telah dikeluarkan di COP sebelumnya.
BPPT, ia mengatakan memang memperoleh tantangan untuk dapat mengisi dengan teknologi yang benar-benar dibutuhkan. Dan berdasarkan dari "Technology Needs Assessment" (TNA) fokus pengurangan emisi karbon dilakukan pada sektor energi, kehutanan, industri, dan transportasi yang memang mengeluarkan emisi cukup besar.
"Bagi saya, jika dari TNA memang sudah diketahui, maka teknologi-teknologi yang dikembangkan harus mengarah ke sana, yang mengarah ramah lingkungan, dan itu harus dipromosikan," ujar dia.
Indonesia, menurut dia, harus lebih berani merumuskan kebijakan penurunan emisi karbon yang salah satu implikasinya pengenalan teknologi baru. Misalkan yang memang ingin dikembangkan mobil yang memakai baterai, maka harus berani menyesuaikan diri karena tentu berkaitan dengan ekonomi.
Namun demikian, menurut Ridwan, apa pun rumusannya BPPT akan merasa tertantang untuk menciptakan teknologi-teknologi yang benar-benar mampu mengurang emisi karbon.
"Hal lain tidak kalah penting bagi Indonesia untuk diperjuangkan di COP21 (Conference of Parties ke-21--red) di Paris, Prancis, bahwa minimal yang dirumuskan secara global harus relevan dengan Indonesia. Itu yang kita harus terus usahakan sendiri," kata Ridwan disela-sela International Workshop on Forest Carbon Emission di BPPT, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, dari teman-teman yang membuat model dan mengolah data mengaku sulit untuk mengolahnya secara maksimal, karena rumusan global yang digunakan tidak relevan dengan kondisi di Indonesia.
"Saya ikuti teman yang melakukan riset pengurangan emisi karbon, dan hambatan didapat dari teknologi, metodologi, teknik yang dikembangkan di dunia barat tidak bisa diterapkan di sini. Banyak penyesuaian harus dilakukan," ujar dia.
Karena itu, ia menegaskan bahwa perlu ada perumusan secara nasional bagaimana Indonesia dapat memenuhi rumusan global pengurangan emisi karbon yang telah dikeluarkan di COP sebelumnya.
BPPT, ia mengatakan memang memperoleh tantangan untuk dapat mengisi dengan teknologi yang benar-benar dibutuhkan. Dan berdasarkan dari "Technology Needs Assessment" (TNA) fokus pengurangan emisi karbon dilakukan pada sektor energi, kehutanan, industri, dan transportasi yang memang mengeluarkan emisi cukup besar.
"Bagi saya, jika dari TNA memang sudah diketahui, maka teknologi-teknologi yang dikembangkan harus mengarah ke sana, yang mengarah ramah lingkungan, dan itu harus dipromosikan," ujar dia.
Indonesia, menurut dia, harus lebih berani merumuskan kebijakan penurunan emisi karbon yang salah satu implikasinya pengenalan teknologi baru. Misalkan yang memang ingin dikembangkan mobil yang memakai baterai, maka harus berani menyesuaikan diri karena tentu berkaitan dengan ekonomi.
Namun demikian, menurut Ridwan, apa pun rumusannya BPPT akan merasa tertantang untuk menciptakan teknologi-teknologi yang benar-benar mampu mengurang emisi karbon.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: