Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin sore, bergerak melemah sebesar 13 poin menjadi Rp12.943 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp12.930 per dolar AS.

"Faktor eksternal mendominasi fluktuasi mata uang rupiah hingga sempat menyentuh level Rp13.000 per dolar AS. Tekanan rupiah itu salah satunya dipicu oleh rencana bank sentral Amerika Serikat (the Fed) yang akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat kembali muncul," kata Analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong di Jakarta.

Ia menambahkan bahwa pelaku pasar uang menilai perbaikan perekonomian AS berjalan sesuai jalur seperti yang diharapkan the Fed, sehingga ekspektasi awal mengenai kenaikan suku bunga AS pada pertengahan tahun ini kembali mencuat.

"Selain Gubernur Bank Sentral AS Janet Yellen yang memberi indikasi kenaikan suku bunga pada tahun ini. Kepala Bank Sentral AS cabang Philadelphia James Bullard juga mengindikasikan yang sama," katanya.

Di sisi lain, lanjut dia, Bank Indonesia juga cenderung tidak melakukan intervensi secara aktif di pasar valas domestik, hal itu dikarenakan faktor fundamental ekonomi seperti inflasi, neraca transaksi berjalan, neraca perdagangan, dan kondisi fiskal cenderung membaik.

Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menambahkan bahwa aksi bank sentral Tiongkok yang menurunkan suku bunga mengindikasikan kekhawatiran pertumbuhan ekonomi negara terbesar kedua itu cenderung melambat.

"Suku bunga Tiongkok untuk kedua kalinya dalam tiga bulan diturunkan. Itu menunjukan Tiongkok sedang melambat, suku bunga tidak akan dipangkas jika situasi ekonomi disana dalam keadaan baik," katanya.

Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Senin (2/3) ini tercatat mata uang rupiah bergerak melemah menjadi Rp12.993 dibandingkan hari sebelumnya, Jumat (27/2) di posisi Rp12.863 per dolar AS.