Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah supir angkutan kota minta pemerintah melakukan konversi ke gas karena para supir kesulitan mengatur biaya bahan bakar setelah harga premium naik menjadi Rp6.900 per liter.

"Kalau naik turun begini harganya, kami sulit atur biaya bensin apalagi enggak ada penyesuaian tarif. Kami jadi penasaran coba pakai gas, katanya lebih irit," kata Suroso pengemudi angkutan trayek Tanjung Priok-Sunter di Terminal Tanjung Priok, Jakarta Utara, Minggu.

Permintaan Suroso beralasan karena harga eceran gas hanya Rp5.100 per liter, atau di bawah harga BBM jenis premium maupun pertamax. "Kalau selisihnya mencapai Rp1.800 per liter dan sehari isi 15-20 liter, kami lebih untung pakai gas," tambah pengemudi mikrolet itu. Pengemudi lainnya, Lambok Nainggolan mengatakan pemerintah dan organda harus mencari solusi terkait tidak stabilnya harga premium yang menyulitkan para supir.

"Kalau bisa semua angkot kasih keringanan harga bensin atau kasih bantuan konversi kendaraan ke gas, biar irit," kata Lambok.

Kendati saat ini jumlah stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) di Jakarta masih terbatas namun para supir optimistis konversi bensin ke gas merupakan solusi untuk menekan harga premium yang naik.

"Kalau pemerintah serius, mestinya bisa. Kami ini tidak minta gratis, kami tetap beli gas asal pemerintah serius melakukan konversi angkot-angkot ini," kata Suroso.

Selain itu, sejumlah supir angkot belum berniat menaikkan tarif sepihak karena belum ada perintah dari Organda.

Mulai 1 Maret 2015 harga BBM jenis premium naik Rp200 per liter menjadi Rp6.900 akibat harga indeks pasar minyak premium mengalami kenaikan pada kisaran 55-70 dolar per barel. Sementara harga BBM jenis minyak tanah dan solar bersubsidi diputuskan tetap di harga masing-masing tetap Rp2.500 dan Rp6.400 per liter.