70 persen petani Sukabumi berusia lanjut
27 Februari 2015 17:00 WIB
Ketua HKTI Kota Sukabumi M Khusoy mengatakan orang-orang muda di wilayahnya kurang berminat menjadi petani karena menganggapnya sebagai pekerjaan yang tidak bisa menyejahterakan.(ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)
Sukabumi (ANTARA News) - Data Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Cabang Kota Sukabumi, Jawa Barat, menunjukkan 70 persen dari sekitar 1.000 petani di daerah itu berusia lanjut, lebih dari 50 tahun.
"Sudah sangat sulit ditemukan petani yang usianya muda seperti di bawah usia 30 tahun, walaupun ada hanya beberapa saja," kata Ketua HKTI Kota Sukabumi M Khusoy kepada Antara di Sukabumi, Jumat.
Ia mengatakan orang-orang yang masih menjadi petani saat ini adalah mereka yang sudah puluhan tahun menekuni pekerjaan itu.
"Dari data kami, petani yang tersisa saat ini 80 persennya hanya sebagai penggarap atau buruh tani, baru sisanya mereka yang mempunyai lahan sendiri," tambahnya.
Menurut dia orang-orang muda kebanyakan kurang berminat menjadi petani karena menganggapnya sebagai pekerjaan kotor dan lebih memilih bekerja di pabrik atau perkantoran.
Selain itu, ia mengatakan, pekerjaan petani dianggap tidak bisa menyejahterakan karena bahkan pemerintah daerah maupun pusat tidak mengatur upah minimum untuk para pekerja di sektor pertanian.
"Dengan kondisi seperti ini imbasnya banyak petani yang menjual lahannya atau beralih fungsi karena lebih menguntungkan. Padahal Indonesia terkenal sebagai negara agraris," kata Khusoy.
"Sudah sangat sulit ditemukan petani yang usianya muda seperti di bawah usia 30 tahun, walaupun ada hanya beberapa saja," kata Ketua HKTI Kota Sukabumi M Khusoy kepada Antara di Sukabumi, Jumat.
Ia mengatakan orang-orang yang masih menjadi petani saat ini adalah mereka yang sudah puluhan tahun menekuni pekerjaan itu.
"Dari data kami, petani yang tersisa saat ini 80 persennya hanya sebagai penggarap atau buruh tani, baru sisanya mereka yang mempunyai lahan sendiri," tambahnya.
Menurut dia orang-orang muda kebanyakan kurang berminat menjadi petani karena menganggapnya sebagai pekerjaan kotor dan lebih memilih bekerja di pabrik atau perkantoran.
Selain itu, ia mengatakan, pekerjaan petani dianggap tidak bisa menyejahterakan karena bahkan pemerintah daerah maupun pusat tidak mengatur upah minimum untuk para pekerja di sektor pertanian.
"Dengan kondisi seperti ini imbasnya banyak petani yang menjual lahannya atau beralih fungsi karena lebih menguntungkan. Padahal Indonesia terkenal sebagai negara agraris," kata Khusoy.
Pewarta: Aditya A Rohman
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015
Tags: