Kementan: peternak sapi miliki sertifikat pada 2020
24 Februari 2015 22:15 WIB
ilustrasi Kebutuhan Sapi Nasional Pedagang menggelar sapi dagangannya di Pasar Keppo, Galis, Pamekasan, Jawa Timur, Sabtu (6/12). (ANTARA FOTO/Saiful Bahri)
Pasuruan (ANTARA News) - Kasubdit Ternak Perah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Titiek Eko Pramudji, mengatakan peternak sapi akan memiliki sertifikat pada 2020.
"Peternak sapi akan disertifikasi pada lima tahun ke depan dengan berdasarkan peraturan pemerintah tentang budidaya sapi perah yang baik untuk meningkatkan kualitas susu yang ada di Indonesia," katanya di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Selasa.
Dilihat dari data tahun 2013, lanjut dia, kebutuhan susu segar setiap tahunnya sebanyak 2,84 juta ton dan harus ditingkatkan untuk memperbaiki kualitas dan efisiensi, serta hasil ternak.
"Dari data statistik peternakan tahun 2013, populasi sapi perah sekitar 636 ribu ekor dengan produksi 980.624 ton susu segar. Produksi susu segar sebagian besar berada di Pulau Jawa hingga mencapai 99,3 persen," ungkapnya.
Selain di Pulau Jawa, juga terdapat di Sumatera mencapai 0,34 persen, Sulawesi mencapai 0,34 persen, sedangkan Kalimantan mencapai 0,10 persen, dan Kepulauan Bali, NTT, NTB sebesar 0,02 persen.
"Tingkat permintaan akan susu tumbuh rata-rata 14,78 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan produksi hanya meningkat rata-rata 4,43 persen per tahun. Dari data tersebut, maka akan menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi kami," ujarnya.
Menurutnya, pemenuhan konsumsi susu per kapita masih jauh dibandingkan dengan negara lain di ASEAN yaitu hanya sebanyak 11,82 liter per kapita setiap tahunnya.
"Kami bekerja sama dengan stakeholder lain seperti Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Koperasi Susu, Industri Pengolahan Susu, Perguruan Tinggi dan Lembaga Pendidikan, Lembaga Penelitian, dan Peternak Sapi perah," katanya.
Sementara itu, peternak sapi perah asal Pasuruan, Edy Hayatullah mejelaskan pentingnya manajemen perawatan dan kesehatan hewan ternak untuk mencatat temperatur ternak dan produksi susu.
"Dulu sapi-sapi di kandang saya ikat, namun setelah mendapatkan ilmu, sapi-sapi ini ikatannya saya lepas, namun masih berada dalam kandang. Hasilnya produksi harian dari sebelumnya lima liter menjadi tujuh liter per hari," paparnya.
Ia menjelaskan, keuntungan dari sapi yang dilepas tersebut bisa menghasilkan susu dengan cepat, karena untuk makan, minum dan tidur diserahkan pada sapi tersebut, serta terhindar dari penyakit, karena sapi sering bergerak.
"Selain mengubah manajemen laktasi, pakan ternak juga harus diperhatikan dengan memberikan pakan berkualitas yang memiliki nutrisi tinggi seperti rumput ordot, gamal, dan rumput gajah Thailand," katanya.
"Peternak sapi akan disertifikasi pada lima tahun ke depan dengan berdasarkan peraturan pemerintah tentang budidaya sapi perah yang baik untuk meningkatkan kualitas susu yang ada di Indonesia," katanya di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Selasa.
Dilihat dari data tahun 2013, lanjut dia, kebutuhan susu segar setiap tahunnya sebanyak 2,84 juta ton dan harus ditingkatkan untuk memperbaiki kualitas dan efisiensi, serta hasil ternak.
"Dari data statistik peternakan tahun 2013, populasi sapi perah sekitar 636 ribu ekor dengan produksi 980.624 ton susu segar. Produksi susu segar sebagian besar berada di Pulau Jawa hingga mencapai 99,3 persen," ungkapnya.
Selain di Pulau Jawa, juga terdapat di Sumatera mencapai 0,34 persen, Sulawesi mencapai 0,34 persen, sedangkan Kalimantan mencapai 0,10 persen, dan Kepulauan Bali, NTT, NTB sebesar 0,02 persen.
"Tingkat permintaan akan susu tumbuh rata-rata 14,78 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan produksi hanya meningkat rata-rata 4,43 persen per tahun. Dari data tersebut, maka akan menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi kami," ujarnya.
Menurutnya, pemenuhan konsumsi susu per kapita masih jauh dibandingkan dengan negara lain di ASEAN yaitu hanya sebanyak 11,82 liter per kapita setiap tahunnya.
"Kami bekerja sama dengan stakeholder lain seperti Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Koperasi Susu, Industri Pengolahan Susu, Perguruan Tinggi dan Lembaga Pendidikan, Lembaga Penelitian, dan Peternak Sapi perah," katanya.
Sementara itu, peternak sapi perah asal Pasuruan, Edy Hayatullah mejelaskan pentingnya manajemen perawatan dan kesehatan hewan ternak untuk mencatat temperatur ternak dan produksi susu.
"Dulu sapi-sapi di kandang saya ikat, namun setelah mendapatkan ilmu, sapi-sapi ini ikatannya saya lepas, namun masih berada dalam kandang. Hasilnya produksi harian dari sebelumnya lima liter menjadi tujuh liter per hari," paparnya.
Ia menjelaskan, keuntungan dari sapi yang dilepas tersebut bisa menghasilkan susu dengan cepat, karena untuk makan, minum dan tidur diserahkan pada sapi tersebut, serta terhindar dari penyakit, karena sapi sering bergerak.
"Selain mengubah manajemen laktasi, pakan ternak juga harus diperhatikan dengan memberikan pakan berkualitas yang memiliki nutrisi tinggi seperti rumput ordot, gamal, dan rumput gajah Thailand," katanya.
Pewarta: Zumrotun Solichah/Laily Widya Arishandi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: