Jakarta (ANTARA News) - Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan mendesak Presiden Joko Widodo memperpanjang moratorium penerbitan izin pengelolaan hutan primer dan lahan gambut yang akan berakhir Mei 2015.

"Setelah melakukan kunjungan ke Riau November lalu, Presiden Joko Widodo seharusnya sudah sangat paham dengan kondisi yang ada. Kedatangannya itu menunjukkan komitmen Presiden Joko Widodo menjadikan penyelesaian bencana ekologis tersebut sebagai prioritas dan agenda utama pemerintahannya," kata Juru Kampanye Politik Hutan Greenpeace Indonesia, Teguh Surya, di Jakarta, Rabu.

Namun Walhi, Yayasan Perspektif Baru (YPB), dan Greenpeace Indonesia menyatakan belum melihat tindak lanjut dari komitmen tersebut.

"Sudah saatnya negara hadir dalam perlindungan lingkungan hidup. Hadirnya negara yang dimaksud adalah dengan adanya regulasi dan kebijakan yang diimplementasikan dengan benar, ada aksi nyata. Bukan hanya hadir secara fisik," kata teguh.

Greenpeace Indonesia menilai perlu ada ruang publik di mana masyarakat bisa terlibat aktif dalam menyampaikan keinginan dan pendapatnya terkait moratorium.

"Sudah saatnya Presiden Joko Widodo membuka ruang publik untuk menjelaskan tahapan menuju moratorium, sehingga nantinya publik bisa terlibat aktif dalam implementasi. Jangan sampai nanti stakeholders merasa tidak dilibatkan pada kemudian hari," katanya.

Presiden Joko Widodo mengunjungi Sungai Tohor, Kabupaten Meranti, Riau, pada 27 November 2014.

Saat mengunjungi Sungai Tohor, Presiden melihat dan melakukan langsung penyekatan kanal untuk menjaga lahan gambut tetap basah guna mencegah kebakaran hutan serta menambah pasokan air bagi warga.

Ketika itu Presiden berjanji akan berkunjung kembali ke Sungai Tohor dalam tiga bulan usai kunjungan pertamanya guna melihat efektifitas penyekatan kanal tersebut. Dia juga menginstruksikan pencabutan izin-izin yang terbukti merusak lingkungan.