Penundaan eksekusi warga Australia berdampak pada internasional
20 Februari 2015 20:13 WIB
Pimpinan Komisi III DPR Ketua Komisi III DPR terpilih Aziz Syamsuddin (kanan), bersama wakil ketua komisi terpilih Desmon J Mahesa (kedua kanan), Mulfachri Harahap (kedua kiri) dan Benny K Harman (kiri). (ANTARA FOTO/Ismar Patrizki)
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmon J Mahesa mengatakan, penundaan eksekusi mati terhadap dua terpidana narkoba asal Australia bisa menimbulkan ekses atau buruknya hubungan Indonesia dengan Brasil dan Belanda.
Kata Desmon, Jumat, penundaan eksekusi mati warga negara Australia adalah bentuk ketidakadilan pemerintah dengan negara sahabat.
"Sejumlah terpidana mati asal Brasil dan Belanda dieksekusi. Sementara, untuk warga negara Australia ditunda. Jangan sampai hubungan antara kita dengan Brasil dan Belanda justru menjadi tidak baik karena ada kesan diskriminasi ini. Kecuali, sejak awal pemerintah sudah membuat kebijakan," kata Desmon.
Ia juga mengkuatirkan, adanya pembatalan eksekusi mati terhadap warga negara Australia itu.
"Kalau presiden sampai membatalkan hukuman ini, maka pemerintah tidak konsisten dalam menjalankan hukuman itu. Selain itu, pemerintah juga telah melanggar putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap," ujarnya.
Ia menambahkan, bicara hukuman mati, maka bicara hukum positif. Mengenai resiko atau ancaman itu adalah hal yang biasa yang harus dihadapi pemerintah. "Yang jadi persoalan itu, kita sering minta maaf, minta keringanan atas TKI yang mendapat hukuman mati di luar negeri," katanya.
Kata Desmon, Jumat, penundaan eksekusi mati warga negara Australia adalah bentuk ketidakadilan pemerintah dengan negara sahabat.
"Sejumlah terpidana mati asal Brasil dan Belanda dieksekusi. Sementara, untuk warga negara Australia ditunda. Jangan sampai hubungan antara kita dengan Brasil dan Belanda justru menjadi tidak baik karena ada kesan diskriminasi ini. Kecuali, sejak awal pemerintah sudah membuat kebijakan," kata Desmon.
Ia juga mengkuatirkan, adanya pembatalan eksekusi mati terhadap warga negara Australia itu.
"Kalau presiden sampai membatalkan hukuman ini, maka pemerintah tidak konsisten dalam menjalankan hukuman itu. Selain itu, pemerintah juga telah melanggar putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap," ujarnya.
Ia menambahkan, bicara hukuman mati, maka bicara hukum positif. Mengenai resiko atau ancaman itu adalah hal yang biasa yang harus dihadapi pemerintah. "Yang jadi persoalan itu, kita sering minta maaf, minta keringanan atas TKI yang mendapat hukuman mati di luar negeri," katanya.
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: