Produsen rokok putih minta pengurangan cukai
20 Februari 2015 14:05 WIB
Menteri Perindustrian Saleh Husin menerima Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) M. Moeftie di Kementerian Perindustrian Jakarta, Jumat, (20/2).(Kemenperin.go.id)
Jakarta (ANTARA News) - Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) meminta pemerintah memberlakukan kembali pengurangan cukai untuk produksi dalam negeri bagi produsen yang mengekspor produksinya lebih besar dari penjualan di dalam negeri.
"Beberapa tahun lalu diberlakukan, kalau kami ekspor rokok mendapat insentif berupa pengurangan cukai. Kemudian itu dihilangkan pada 2003 dan kami mohon untuk diberlakukan lagi," ujar Ketua Gaprindo Muhaimin Moeftidi Jakarta, Jumat.
Moefti mengatakan, permohonan diberlakukannya kembali pengurangan cukai tersebut adalah untuk mendorong ekspor rokok putih, mengingat pangsa pasar rokok tanpa cengkeh ini di dalam negeri hanya sekitar 6 persen dari total produksi 340 miliar batang rokok.
Moefti menjelaskan bahwa fasilitas pengurangan persentase cukai rokok tersebut bisa diperoleh ketika produsen mengekspor rokok lebih besar dibandingkan penjualan di dalam negeri.
"Sebelum dihilangkan, pengurangan cukainya itu sekitar 1 persen hingga 2 persen. Misalnya di dalam negeri dijual 1 miliar batang, maka yang diekspor jumlahnya harus lebih dari 1 miliar batang," kata Moefti.
Moefti menambahkan, pada 1980an, pangsa pasar rokok putih mencapai 40 persen. namun dengan perubahan tren pelanggan, pada lima tahun terakhir persentasenya menurun hingga enam persen.
Tahun 1980an itu pangsa pasar rokok putih masih 40 persenan. tapi karena tren pasar, consumer trend, sampai sekarang, lima th terakhir itu 6 persen. jadi kecil, bukan ancaman thd industri yg lain lah.
Moefti melanjutkan bahwa produsen rokok putih di Indonesia patuh terhadap peraturan pemerintah yang diberlakukan, namun ia berharap peraturan tersebut bersifat adil berimbang.
"Peraturan yang bisa kami terima adalah peraturan yang adil dan berimbang. Adil artinya semua kepentingan diperhatikan, apakah itu kepentingan kesehatan, kepentingan masyarakat secara umum, kepentingan anak-anak dan juga kepentingan industri," katanya.
"Beberapa tahun lalu diberlakukan, kalau kami ekspor rokok mendapat insentif berupa pengurangan cukai. Kemudian itu dihilangkan pada 2003 dan kami mohon untuk diberlakukan lagi," ujar Ketua Gaprindo Muhaimin Moeftidi Jakarta, Jumat.
Moefti mengatakan, permohonan diberlakukannya kembali pengurangan cukai tersebut adalah untuk mendorong ekspor rokok putih, mengingat pangsa pasar rokok tanpa cengkeh ini di dalam negeri hanya sekitar 6 persen dari total produksi 340 miliar batang rokok.
Moefti menjelaskan bahwa fasilitas pengurangan persentase cukai rokok tersebut bisa diperoleh ketika produsen mengekspor rokok lebih besar dibandingkan penjualan di dalam negeri.
"Sebelum dihilangkan, pengurangan cukainya itu sekitar 1 persen hingga 2 persen. Misalnya di dalam negeri dijual 1 miliar batang, maka yang diekspor jumlahnya harus lebih dari 1 miliar batang," kata Moefti.
Moefti menambahkan, pada 1980an, pangsa pasar rokok putih mencapai 40 persen. namun dengan perubahan tren pelanggan, pada lima tahun terakhir persentasenya menurun hingga enam persen.
Tahun 1980an itu pangsa pasar rokok putih masih 40 persenan. tapi karena tren pasar, consumer trend, sampai sekarang, lima th terakhir itu 6 persen. jadi kecil, bukan ancaman thd industri yg lain lah.
Moefti melanjutkan bahwa produsen rokok putih di Indonesia patuh terhadap peraturan pemerintah yang diberlakukan, namun ia berharap peraturan tersebut bersifat adil berimbang.
"Peraturan yang bisa kami terima adalah peraturan yang adil dan berimbang. Adil artinya semua kepentingan diperhatikan, apakah itu kepentingan kesehatan, kepentingan masyarakat secara umum, kepentingan anak-anak dan juga kepentingan industri," katanya.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015
Tags: