WWF desak instansi tegas lindungi satwa langka
17 Februari 2015 23:29 WIB
ilustrasi Beruang Madu Satwa langka dan terancam punah beruang madu (Helarctos malayanus) bermain dengan penjaga di Taman Rusa Desa Lamtanjong, Kec. Suka Makmur Kab. Aceh Besar.(ANTARA/Irwansyah Putra)
Pekanbaru (ANTARA News) - Organisasi lingkungan dunia, World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia perwakilan Riau, mendesak Balai Konservasi Sumber Daya Alam Pekanbaru tegas dalam melakukan perlindungan kepada satwa langka yang dilindungi.
"Kita sering berkoordinasi dengan BKSDA dan memberikan masukan tentang adanya kepemilikan satwa yang dilindungi," kata Humas WWF Riau, Syamsidar di Pekanbaru, Selasa.
Ia mengatakan, selama ini masih ditemukan penjualan satwa langka di pasar hewan yang dilakukan secara sembunyi seperti burung langka atau organ hewan langka lainnya.
"Hal ini tentu sangat disayangkan karena jelas hewan tersebut dilindungi. Tindakan tidak hanya harus dari BKSDA, tetap juga Kepolisian" ujarnya.
Ia mengatakan, hal ini setelah sebelumnya ditemukan seekor beruang besar yang berkeliaran selama empat hari di Kota Pekanbaru sebelum akhirnya ditangkap oleh petugas BKSDA pada Selasa siang di perumahan warga.
Ia mengatakan, sejauh belum mendapat laporan secara pasti terkait asal beruang tersebut, apakah dari alam liar ataupun milik warga.
Namun, lanjut Syamsidar, jika memang hewan tersebut milik warga seharusnya ini menjadi perhatian khusus karena untuk memiliki hewan langka, sang pemilik harus memiliki izin dari Kementerian Kehutanan.
Selain itu, pemilik juga harus memiliki fasilitas yang lengkap sehingga tidak membiarkan hewan langka tersebut kabur dari tempat penangkarannya.
Sebelumnya, WWF juga menyatakan sepanjang sepuluh tahun terakhir (2004-2014) lebih dari 145 gajah Sumatera ditemukan mati dengan kondisi mengenaskan dan penyebabnya misterius.
"Sebagian besar mati akibat konflik dengan manusia, sebagian mati akibat perburuan gading, dan hanya sebagian kecil yang mati akibat sakit," ujarnya.
Syamsidar mengatakan, pihaknya menyayangkan karena dari ratusan temuan bangkai gajah tersebut, hanya sebagian kecil saja yang berhasil terungkap dan dibawa hingga ke persidangan.
Menurut dia, kasus kematian gajah akibat perburuan gading yang sampai ke persidangan hanya terjadi satu kali yakni pada 2005.
Sementara itu, lanjutnya, untuk kasus-kasus kematian gajah Sumatera lainnya dengan indikasi pembunuhan akibat konflik dengan manusia dan perburuan gading sejauh ini tidak sampai ke pengadilan.
(KR-AZK/S023)
"Kita sering berkoordinasi dengan BKSDA dan memberikan masukan tentang adanya kepemilikan satwa yang dilindungi," kata Humas WWF Riau, Syamsidar di Pekanbaru, Selasa.
Ia mengatakan, selama ini masih ditemukan penjualan satwa langka di pasar hewan yang dilakukan secara sembunyi seperti burung langka atau organ hewan langka lainnya.
"Hal ini tentu sangat disayangkan karena jelas hewan tersebut dilindungi. Tindakan tidak hanya harus dari BKSDA, tetap juga Kepolisian" ujarnya.
Ia mengatakan, hal ini setelah sebelumnya ditemukan seekor beruang besar yang berkeliaran selama empat hari di Kota Pekanbaru sebelum akhirnya ditangkap oleh petugas BKSDA pada Selasa siang di perumahan warga.
Ia mengatakan, sejauh belum mendapat laporan secara pasti terkait asal beruang tersebut, apakah dari alam liar ataupun milik warga.
Namun, lanjut Syamsidar, jika memang hewan tersebut milik warga seharusnya ini menjadi perhatian khusus karena untuk memiliki hewan langka, sang pemilik harus memiliki izin dari Kementerian Kehutanan.
Selain itu, pemilik juga harus memiliki fasilitas yang lengkap sehingga tidak membiarkan hewan langka tersebut kabur dari tempat penangkarannya.
Sebelumnya, WWF juga menyatakan sepanjang sepuluh tahun terakhir (2004-2014) lebih dari 145 gajah Sumatera ditemukan mati dengan kondisi mengenaskan dan penyebabnya misterius.
"Sebagian besar mati akibat konflik dengan manusia, sebagian mati akibat perburuan gading, dan hanya sebagian kecil yang mati akibat sakit," ujarnya.
Syamsidar mengatakan, pihaknya menyayangkan karena dari ratusan temuan bangkai gajah tersebut, hanya sebagian kecil saja yang berhasil terungkap dan dibawa hingga ke persidangan.
Menurut dia, kasus kematian gajah akibat perburuan gading yang sampai ke persidangan hanya terjadi satu kali yakni pada 2005.
Sementara itu, lanjutnya, untuk kasus-kasus kematian gajah Sumatera lainnya dengan indikasi pembunuhan akibat konflik dengan manusia dan perburuan gading sejauh ini tidak sampai ke pengadilan.
(KR-AZK/S023)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: