Imlek momentum perkuat toleransi
17 Februari 2015 10:47 WIB
Ilustrasi--Persiapan Imlek Palembang. Pekerja memasang lampion menjelang imlek di tepian Sungai Musi tepat di depan Kelenteng Tri Dharma, di Palembang, Senin (10/2/15). Sebanyak 2.700 lampion akan menerangi kawasan klenteng hingga pinggiran sungai tersebut. (ANTARA FOTO/Feny Selly)
Kupang (ANTARA News) - Perayaan Tahun Baru Imlek 2566/2015 oleh warga keturunan Tionghoa di tanah Air termasuk di Nusa Tenggara Timur merupakan momentum atau kesempatan berharga untuk memperkuat semangat toleransi dan kerukunan hidup antar dan inter umat beragama.
"Kegiatan ini merupakan agenda rutin tahunan seperti halnya yang dilakukan umat dan jamaah beragama pada perayaan hari besar agama baik Islam, Kristen, Hindu dan Buddha," kata Sekretaris Uskup Keuskupan Agung Kupang, Rm Gerardus Duka, PR, di Kupang, Selasa.
Artinya kata Romo Gerardus, masyarakat Muslim, Kristen Katolik dan Protestan, Hindu dan Budha yang ada di Provinsi berbasiskan kepulauan itu perlu menghormati, mendukung bahkan ikut menyukseskan serta memperkuat semangat toleransi kepada kalangan lain yang akan merayakan hari besar masing-masing.
Hal ini katanya wajar dilakukan karena Provinsi NTT merupakan daerah yang heterogen dengan penduduk yang berbeda-beda baik etnis maupun agamanya, sehingga perlu dijaga dan dipertahankan dengan cara-cara yang telah lama dilakukan ketika hari-hari besar keagamaan sendiri atau sesama pemeluk agama lainnya.
"Kita berharap, agar masyarakat Muslim, Kristen Katolik dan Protestan, Hindu dan Budha, bisa menjadi umat beragama yang tinggal di NTT, dapat mentolerir dan menghargai saudara-saudara kita dari agama lain seperti yang diajarkan oleh agamanya masing-masing untuk saling menghargai," katanya.
Sementara itu Ketua Majelis Ulama NTT Haji Abdul Kadir Makarim mengatakan perayaan haribesar agama baik Islam, Kristen, Hindu dan Buddha sudah masuk dalam agenda tahunan, yang melibatkan masyarakat tanpa membeda-bedakan agama dan etnis.
Mulai dari terlibat aktif dalam kegiatan menjelang hari raya apakah menjaga keamanan atau ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan kemasyarakat lainnya sudah menjadi hal lumrah di daerah ini.
Tujuan untuk melibatkan masyarakat dari berbagai komponen agar kerukunan antarumat beragama yang sudah terjalin dengan baik di daerah makin meningkat dan rukun mengharum seperti digelorakan oleh Kementrian Agama Kanwil Agama NTT dengan motto, "NTT Rukun Mengharum".
"Masyarakat Agamis Rukun mengharum sudah lama dicanangkan sebagai visi Kanwil Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur. Seluruh aparat Departemen Agama NTT sadar bahwa kerukunan mengandung cita-cita yang berpusat pada pusat tata nilai seperti kekeluargaan, kebersamaan, persaudaraan, persatuan dan kesatuan, serta keutuhan hidup," katanya.
Akan tetapi kata Rois Aam PBNU NTT ini pada sisi lain semua pihak tidak bisa menutupi kenyataan bahwa masih ada sejumlah kasus yang mengganggu tata nilai yang sudah terjalin lama pada masyarakat setempat akibat egoisme maupun fanatisme agama. Seperti, perang antara suku (perang tanding), perkelahian antar kelompok, penodaan terhadap simbol-simbol keagamaan tertentu, penyiaran agama dan sederetan persoalan lainnya.
Karena itu katanya dalam rangka pembinaan kerukunan penting pula untuk melakukan penataan Jejaring Kerja . Bahwa, membina kerukunan bukan semata-mata tugas Departemen Agama.
"Kita perlu membangun jaringan kemitraan dengan pihak lain karena masalah kerukunan adalah tanggung jawab bersama baik Pemerintah Daerah, jajaran Departemen Agama, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat serta segenap elemen masyarakat," katanya.
Sedangkan Ketua Majelis Sinode Gereja Masehi Injili Timor Pdt Robert Litelnoni, S,Th mengatakan, Imlek perlu dimaknai sebagai salah satu momentum untuk terus memperbaharui semangat kerukunan antarumat beragama dan untuk wujudkan masyarakat yang Agamis Rukun Mengharum.
"Karena hidup bersama yang rukun mengharum merupakan cita-cita bersama seluruh umat manusia di muka bumi ini," kata Pdt Robert.
Meskipun harus jujur diakui bahwa dalam kehidupan bersama sering terjadi gesekan-gesekan yang menimbulkan disharmonisasi di antara berbagai umat yang berbeda keyakinan.
Karena itu katanya memelihara dan mewujudkan suatu kehidupan yang rukun mengharum di antaraumat beragama merupakan tanggung jawab bersama seluruh komponen agama yang ada di wilayah ini.
"Kegiatan ini merupakan agenda rutin tahunan seperti halnya yang dilakukan umat dan jamaah beragama pada perayaan hari besar agama baik Islam, Kristen, Hindu dan Buddha," kata Sekretaris Uskup Keuskupan Agung Kupang, Rm Gerardus Duka, PR, di Kupang, Selasa.
Artinya kata Romo Gerardus, masyarakat Muslim, Kristen Katolik dan Protestan, Hindu dan Budha yang ada di Provinsi berbasiskan kepulauan itu perlu menghormati, mendukung bahkan ikut menyukseskan serta memperkuat semangat toleransi kepada kalangan lain yang akan merayakan hari besar masing-masing.
Hal ini katanya wajar dilakukan karena Provinsi NTT merupakan daerah yang heterogen dengan penduduk yang berbeda-beda baik etnis maupun agamanya, sehingga perlu dijaga dan dipertahankan dengan cara-cara yang telah lama dilakukan ketika hari-hari besar keagamaan sendiri atau sesama pemeluk agama lainnya.
"Kita berharap, agar masyarakat Muslim, Kristen Katolik dan Protestan, Hindu dan Budha, bisa menjadi umat beragama yang tinggal di NTT, dapat mentolerir dan menghargai saudara-saudara kita dari agama lain seperti yang diajarkan oleh agamanya masing-masing untuk saling menghargai," katanya.
Sementara itu Ketua Majelis Ulama NTT Haji Abdul Kadir Makarim mengatakan perayaan haribesar agama baik Islam, Kristen, Hindu dan Buddha sudah masuk dalam agenda tahunan, yang melibatkan masyarakat tanpa membeda-bedakan agama dan etnis.
Mulai dari terlibat aktif dalam kegiatan menjelang hari raya apakah menjaga keamanan atau ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan kemasyarakat lainnya sudah menjadi hal lumrah di daerah ini.
Tujuan untuk melibatkan masyarakat dari berbagai komponen agar kerukunan antarumat beragama yang sudah terjalin dengan baik di daerah makin meningkat dan rukun mengharum seperti digelorakan oleh Kementrian Agama Kanwil Agama NTT dengan motto, "NTT Rukun Mengharum".
"Masyarakat Agamis Rukun mengharum sudah lama dicanangkan sebagai visi Kanwil Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur. Seluruh aparat Departemen Agama NTT sadar bahwa kerukunan mengandung cita-cita yang berpusat pada pusat tata nilai seperti kekeluargaan, kebersamaan, persaudaraan, persatuan dan kesatuan, serta keutuhan hidup," katanya.
Akan tetapi kata Rois Aam PBNU NTT ini pada sisi lain semua pihak tidak bisa menutupi kenyataan bahwa masih ada sejumlah kasus yang mengganggu tata nilai yang sudah terjalin lama pada masyarakat setempat akibat egoisme maupun fanatisme agama. Seperti, perang antara suku (perang tanding), perkelahian antar kelompok, penodaan terhadap simbol-simbol keagamaan tertentu, penyiaran agama dan sederetan persoalan lainnya.
Karena itu katanya dalam rangka pembinaan kerukunan penting pula untuk melakukan penataan Jejaring Kerja . Bahwa, membina kerukunan bukan semata-mata tugas Departemen Agama.
"Kita perlu membangun jaringan kemitraan dengan pihak lain karena masalah kerukunan adalah tanggung jawab bersama baik Pemerintah Daerah, jajaran Departemen Agama, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat serta segenap elemen masyarakat," katanya.
Sedangkan Ketua Majelis Sinode Gereja Masehi Injili Timor Pdt Robert Litelnoni, S,Th mengatakan, Imlek perlu dimaknai sebagai salah satu momentum untuk terus memperbaharui semangat kerukunan antarumat beragama dan untuk wujudkan masyarakat yang Agamis Rukun Mengharum.
"Karena hidup bersama yang rukun mengharum merupakan cita-cita bersama seluruh umat manusia di muka bumi ini," kata Pdt Robert.
Meskipun harus jujur diakui bahwa dalam kehidupan bersama sering terjadi gesekan-gesekan yang menimbulkan disharmonisasi di antara berbagai umat yang berbeda keyakinan.
Karena itu katanya memelihara dan mewujudkan suatu kehidupan yang rukun mengharum di antaraumat beragama merupakan tanggung jawab bersama seluruh komponen agama yang ada di wilayah ini.
Pewarta: Hironimus Bifel
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015
Tags: