Jutaan ton sampah plastik mengalir ke samudra tiap tahun
13 Februari 2015 15:22 WIB
Pemulung memilah sampah rumah tangga yang menumpuk akibat terbawa air laut di kawasan Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (11/8). (ANTARA FOTO/Ekho Ardiyanto)
Washington (ANTARA News) - Para ilmuwan memperkirakan setiap tahun delapan juta metrik ton sampah plastik masuk ke samudra-samudra dari 192 negara pantai di dunia menurut data tahun 2010 dan lebih dari sembilan juta ton sampah plastik akan berakhir di samudra pada 2015.
Dalam riset yang hasilnya dipublikasikan di jurnal Science, Kamis (12/2), para peneliti menghitung sekitar 275 juta ton sampah plastik dihasilkan 192 negara pantai setiap tahun dan memperkirakan rata-rata delapan juta ton masuk ke samudera dengan kemungkinan kisaran antara 4,8 juta dan 12,7 juta ton.
Para peneliti menyebutkan Tiongkok bertanggung jawab paling besar atas polusi plastik di samudra dengan sekitar 2,4 juta ton sampah per tahun atau sekitar 30 persen dari total polusi plastik global, disusul Indonesia, Filipina, Sri Lanka, Thailand, Mesir, Malaysia, Nigeria dan Bangladesh.
Amerika Serikat adalah satu-satunya dengan industri di 20 besar penyumbang polusi plastik dan berada di peringkat 20 sementara gabungan seluruh negara Uni Eropa berada di peringkat 18.
Sampah-sampah itu meliputi hampir semua barang yang bisa dibayangkan terbuat dari plastik seperti kantung belanja, botol, mainan, pembungkus makanan, alat pancing, kacamata, keranjang, sampai dudukan toilet.
"Singkatnya, sebut saja dan mungkin itu ada di suatu tempat di laut," kata Kara Lavender Law, profesor riset oseanografi di Sea Education Association, Massachusetts, Amerika Serikat.
Dalam beberapa tahun terakhir para ahli telah menyampaikan peringatan tentang bagaimana polusi plastik mengotori ekosistem laut serta membunuh banyak burung laut, mamalia laut, penyu dan makhluk lain.
"Saya kira ini adalah seruan peringatan tentang seberapa banyak sampah yang kita hasilkan," kata profesor teknik lingkungan University of Georgia, Jenna Jambeck.
Law mengatakan saat ini kebutuhan yang paling mendesak adalah mencegah sampah plastik itu masuk ke lingkungan.
"Ini artinya investasi di infrastruktur pengelolaan sampah, khususnya khususnya di negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi cepat," katanya seperti dilansir kantor berita Reuters.
"Di negara berpendapatan tinggi, kita juga punya tanggung jawab untuk mengurangi jumlah sampah yang kita hasilkan, khususnya sampah plastik," tambah dia.
Para peneliti membuat perkiraan itu antara lain berdasarkan data Bank Dunia tentang sampah yang dihasilkan per orang di seluruh negara dengan garis pantai, kepadatan populasi pesisir, jumlah sampah yang diproduksi setiap negara dan kualitas pengelolaan sampahnya.
Dalam riset yang hasilnya dipublikasikan di jurnal Science, Kamis (12/2), para peneliti menghitung sekitar 275 juta ton sampah plastik dihasilkan 192 negara pantai setiap tahun dan memperkirakan rata-rata delapan juta ton masuk ke samudera dengan kemungkinan kisaran antara 4,8 juta dan 12,7 juta ton.
Para peneliti menyebutkan Tiongkok bertanggung jawab paling besar atas polusi plastik di samudra dengan sekitar 2,4 juta ton sampah per tahun atau sekitar 30 persen dari total polusi plastik global, disusul Indonesia, Filipina, Sri Lanka, Thailand, Mesir, Malaysia, Nigeria dan Bangladesh.
Amerika Serikat adalah satu-satunya dengan industri di 20 besar penyumbang polusi plastik dan berada di peringkat 20 sementara gabungan seluruh negara Uni Eropa berada di peringkat 18.
Sampah-sampah itu meliputi hampir semua barang yang bisa dibayangkan terbuat dari plastik seperti kantung belanja, botol, mainan, pembungkus makanan, alat pancing, kacamata, keranjang, sampai dudukan toilet.
"Singkatnya, sebut saja dan mungkin itu ada di suatu tempat di laut," kata Kara Lavender Law, profesor riset oseanografi di Sea Education Association, Massachusetts, Amerika Serikat.
Dalam beberapa tahun terakhir para ahli telah menyampaikan peringatan tentang bagaimana polusi plastik mengotori ekosistem laut serta membunuh banyak burung laut, mamalia laut, penyu dan makhluk lain.
"Saya kira ini adalah seruan peringatan tentang seberapa banyak sampah yang kita hasilkan," kata profesor teknik lingkungan University of Georgia, Jenna Jambeck.
Law mengatakan saat ini kebutuhan yang paling mendesak adalah mencegah sampah plastik itu masuk ke lingkungan.
"Ini artinya investasi di infrastruktur pengelolaan sampah, khususnya khususnya di negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi cepat," katanya seperti dilansir kantor berita Reuters.
"Di negara berpendapatan tinggi, kita juga punya tanggung jawab untuk mengurangi jumlah sampah yang kita hasilkan, khususnya sampah plastik," tambah dia.
Para peneliti membuat perkiraan itu antara lain berdasarkan data Bank Dunia tentang sampah yang dihasilkan per orang di seluruh negara dengan garis pantai, kepadatan populasi pesisir, jumlah sampah yang diproduksi setiap negara dan kualitas pengelolaan sampahnya.
Penerjemah: Maryati
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015
Tags: