"Karena rencana kemarin bertemu Presiden Jokowi batal," kata komisioner Komisi Kepolisian Nasional, Edi Hasibuan, di Jakarta Rabu.
Namun Hasibuan mengatakan pertemuan pembahasan calon kepala Kepolisian Indonesia tetap dilakukan antara menteri sekretaris negara, menteri koordinator politik hukum dan keamanan, serta menteri hukum dan HAM.
Hasibuan berharap Jokowi memilih calon kepala Kepolisian Indonesia yang mampu mengayomi jajarannya untuk menghindari konflik internal termasuk meredam persoalan antara Kepolisian Indonesia dengan KPK.
Komisi Kepolisian Indonesia telah menyiapkan enam nama untuk disodorkan kepada Jokowi.
Yang menarik, nama Sekretaris Utama Lemhanas, Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius, masuk lagi dalam daftar setelah sebelumnya dimasukkan dan kemudian dicoret. Nama Alius ini dua kali masuk daftar. Tambahan nama lagi adalah Kepala Badan Narkotika Nasional, Komisaris Jenderal Polisi Anang Iskandar.
Sisa empat nama calon, yakni Komisaris Jenderal Polisi Badrodin Haiti, Komisaris Jenderal Polisi Dwi Priyatno, Komisaris Jenderal Polisi Putut Eko Bayuseno dan Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso.
Namun beredar informasi calon terkuat yang dipilih Jokowi adalah Haiti (17 bulan lagi pensiun) atau Priyatno, yang adalah Inspektur Pengawasan Umum Kepolisian Indonesia.
Sementara itu, anggota Tim Sembilan, Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Oegroseno, meminta proses pencalonan kepala Kepolisian Indonesia melalui Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi yang selama ini dilakukan Kepolisian Indonesia.
Oegroseno menuturkan, mekanisme melalui Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi untuk memproses usulan nama calon kepala Kepolisian Indonesia --juga untuk jabatan-jabatan lain bagi para perwira tinggi-- untuk menghindari konflik internal.
Di Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi Kepolisian Indonesia inilah nama-nama itu digodok, mengerucut menjadi hanya beberapa saja dan disodorkan kepada presiden. Para pejabat puncak dan petinggi Kepolisian Indonesia yang masuk Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi sudah bersepakat dalam mengajukan nama.
"TNI dan Kepolisian Indonesia sama, melalui Wanjakti karena data primer sudah terekam sejak masuk Akabri hingga menduduki jabatan terakhir," ungkap Oegroseno.
Oegroseno juga menggarisbawahi syarat calon kepala Kepolisian Indonesia, harus sudah mengikuti pengembangan pendidikan internal atau eksternal seperti Sekolah Staf Pimpinan, Sekolah Staf Pimpinan Tinggi atau Lembaga Ketahanan Nasional.
Pemilihan calon kepala Kepolisian Indonesia itu, kata Oegroseno, harus mempertimbangkan jenjang karir dan kepangkatan diliat dari lulusan akademi.
"Tradisi-tradisi" dan mekanisme baku inilah yang tidak dilakukan kali ini oleh pemerintahan sekarang.
Preseden kisruh kepemimpinan puncak seperti ini tidak pernah terjadi di lingkungan TNI selepas Orde Lama. Adalah Jenderal TNI (saat itu) Try Soetrisno, yang mencetak sejarah saat ditunjuk Presiden Soeharto menjadi panglima ABRI, menggantikan Jenderal TNI (saat itu) LB Moerdani, pada 1988.
Soetrisno bukan berasal dari Korps Infantri yang lazimnya menjadi pemimpin puncak TNI AD dan TNI secara umum, melainkan Korps Teknik TNI AD. Terlepas dari kepemimpinan Soeharto yang kuat saat itu, sebelum dan sesudah Soetrisno dilantik, tidak ada kisruh apapun.