cccc
Monalisa
Batam (ANTARA News) - Anggota Dewan Pers Muhammad Ridlo Eisy menilai kemerdekaan pers bisa mencegah kediktatoran di Indonesia.
"Kita harus mencegah kediktatoran di Indonesia. Itu akan dilestarikan kalau tidak ada kemerdekaan pers," kata Ridlo di sela acara Konvensi Media dalam rangkaian perayaan Hari Pers Nasional 2015 di Batam, Kepulauan Riau, Sabtu.
Menurut Ridlo, kebebasan pers harus tetap hidup untuk menghindari munculnya Pancasila "Orde Baru".
Menurutnya, frasa "Demokrasi Pancasila" pada saat Orde Baru saat di mana dengan adjektif Pancasila, penguasa bisa melarang semua ideologi berkembang di Indonesia, termasuk ideologi agama, untuk hidup di Indonesia. Pancasila menjadi asas tunggal. Organisasi apa pun wajib menjadikannya sebagai satu-satunya asas.
Dengan cara sakralisasi dan mistikasi ideologi Pancasila, lanjut Ridlo, penguasa menindas lawan-lawan politiknya sebagai anti Pancasila.
Begitu juga dengan "Pers Pancasila, dengan adjektif Pancasila, penguasa bisa membredel media di Indonesia pada saat Orde Baru. Sehingga nyaris tidak ada kebebasan media pada saat Orde Baru."
"Nama baik Pancasila dirusak oleh Orde Baru, sehingga orang harus sangat hati-hati kalau menggunakan istilah Pancasila dalam percakapannya," jelas Ridlo.
"Itu harus kita hindari. Kita harus perjuangkan sebisa-bisanya kebebasan harus tetap hidup. Dengan itu orang bisa berteriak. Media freedom is our freedom (Kebebasan media adalah kebebasan kita semua)," kata Ridlo.
"Kalau tidak punya media yang merdeka, kita tidak akan merdeka," tegas anggota Dewan Redaksi Harian Pikiran Rakyat Bandung itu.
Pers yang merdeka cegah kediktatoran di Indonesia
7 Februari 2015 23:04 WIB
Gurindam Dua Belas adalah warisan nasihat berupa syair yang digubah oleh Raja Ali Haji dari Pulau Penyengat. (www.hpnindonesia.com)
Pewarta: Monalisa
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015
Tags: