Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi kembali menetapkan Jero Wacik sebagai tersangka dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang saat menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata periode 2008-2011.

"Terkait pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi memperkaya diri sendiri atau orang lain atau penyalahgunaan wewenang dan kesempatan atau sarana yang ada padanya, penyidik KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan kasus tersebut ke penyidikan dan menetapkan JW (Jero Wacik) Menteri Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2008-2011 sebagai tersangka," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi Priharsa Nugraha di gedung KPK Jakarta, Jumat.

Kepada Jero dikenakan pasal pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

"Jadi ada dugaan kerugian negara akibat perbuatan yang diduga dilakukan JW adalah sekitar Rp7 miliar," tambah Priharsa.

Namun ia tidak menjelaskan penyalahgunaan wewenang atau perbuatan melawan hukum apa yang dilakukan oleh Jero.

"Kalau ini terkait dengan penggunaan anggaran," tambah Priharsa.

Penyidikan ini menurut Priharsa berasal dari laporan masyarakat dan pengembangan kasus sebelumnya.

"Kasus sebelumnya masih tetap berjalan. Salah satu dasar pengembangannya adalah dari kasus sebelumnya dan ada tambahan info dari masyarakat," ungkap Priharsa.

Sebelumnya KPK sudah menetapkan Jero sebagai tersangka dugaan korupsi dalam bentuk pemerasan dalam sejumlah kegiatan di Kementerian ESDM terkait jabatan Jero Wacik sebagai Menteri periode 2011-2013 sejak 2 September 2014 lalu.

KPK menduga Jero Wacik melakukan pemerasan untuk memperbesar dana operasional menteri (DOM) dalam tiga modus yaitu menghimpun pendapatan dari biaya pengadaan yang dianggarkan Kementerian ESDM, meminta pengumpulan dana dari rekanan untuk program-program tertentu, menganggarkan kegiatan rapat rutin tapi rapat itu ternyata fiktif.

Hal itu diduga dilakukan Jero karena DOM sebagai menteri ESDM kurang dibanding saat menjabat sebagai Menteri Pariwisata.

DOM itu diduga mengalir ke sejumlah pihak antara lain Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparringa, mantan ketua Komisi VII DPR fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana dan pimpinan media massa nasional Don Kardono.

Jero Wacik pernah menjabat sebagai Menteri Pariwisata periode 2004-2011 sebelum menjadi menteri ESDM pada 2011-2013.

Total dana yang diduga diterima oleh Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat itu adalah Rp9,9 miliar.

Dalam kasus ini KPK menyangkakan Jero Wacik dengan pasal 12 huruf e atau pasal 23 Undang-undang No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 jo pasal 421 KUHP.

Pasal 12 huruf e mengatur mengenai penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri yaitu pasal mengenai pemerasan dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.