Jakarta (ANTARA News) - Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta mengurangi hukuman mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam perkara tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah dari sejumlah proyek pemerintah dan pencucian uang menjadi tujuh tahun penjara.

"Sudah ada putusan pada 4 Februari 2015. Putusan PT menjadi turun, turun satu tahun, dendanya sama," kata Humas Pengadilan Tinggi Jakarta M Hatta melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Jumat.

"Selain itu, tanah yang Krapyak dikembalikan ke pesantren untuk kepentingan santri," tambah Hatta.

Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat pada 24 September 2014 menjatuhkan vonis hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti Rp57,59 miliar dan 5,26 juta dolar AS kepada Anas.

Dalam putusan Pengadilan Negeri, majelis hakim yang dipimpin oleh Haswandi memerintahkan perampasan tanah Pondok Ali Ma'sum, Krapyak, Yogyakarta, seluas 7.870 meter persegi karena dinilai bagian dari hasil pidana pencucian uang yang dilakukan Anas.

"Mengenai tanah di Mantri jeron, pengelolaan dan pemanfaatannya diserahkan ke Yayasan Ali Masum, Krapyak, majelis hakim berpendapat jika dituangkan di amar putusan, di kemudian hari dikhawatirkan timbul permasalahan hukum perdata. Untuk itu harta tersebut dirampas negara," kata Ketua majelis hakim Haswandi, dalam sidang 24 September 2014

Salah satu pengacara Anas, Handika Honggowongso, mengaku belum mendapat salinan resmi putusan pengadilan tinggi.

"Resminya kami belum menerima. Tentu kalau sudah terima akan dipelajari untuk tentukan sikap dan langkah hukum lebih lanjut," kata Handika dalam pesan singkat.

Namun ia mengaku mengetahui bahwa dalam putusan banding, hukuman Anas memang diperingan menjadi tujuh tahun penjara dan denda Rp300 juta.

"Tanah di Yogja dikembalikan ke pesantren," tambah Honggo.

Komisi Pemberantasan Korupsi juga belum memutuskan apakah akan mengajukan kasasi atau tidak terkait hasil banding perkara tersebut.

"Saya tanyakan dulu ya," kata Deputi Pencegahan KPK Johan Budi saat ditanya mengenai hal tersebut.