Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPRD DKI Jakarta, Bestari Barus, menilai dua kunci utama menyelesaikan kemacetan arus lalu-lintas di ibukota adalah pembenahan transportasi umum dan pembatasan kendaraan pribadi.


"Pembenahan transportasi publik itu harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan transportasi yang aman, nyaman, tepat waktu, dan murah," ujar Barus, di Jakarta, Kamis.

"Jakarta adalah kota metropolitan. Kalau kondisi kemacetan lalu-lintasnya dibiarkan terus-menerus, maka hanya akan semakin parah. Harus ada tindakan," kata dia.

Menurut dia, pertumbuhan jalan di Jakarta tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah pengguna kendaraan pribadi. Sehingga, pembangunan ibukota harus difokuskan pada pembenahan transportasi publik dan pembatasan kendaraan pribadi.

Sementara itu, politisi Partai Nasional Demokrat itu menuturkan untuk pembatasan penggunaan kendaraan pribadi dapat dilakukan dengan menghentikan produksi mobil murah.

"Salah satu kunci menghilangkan kemacetan adalah stop mobil murah. Karena seharusnya harga mobil itu mahal. Penambahan ruas jalan hanya dapat mengurangi sedikit penggunaan kendaraan pribadi," tutur Barus.





Majalah The Economist baru-baru ini menempatkan Jakarta sebagai kota dengan kondisi lalu-lintas paling buruk di dunia, mengalahkan Istanbul, dan banyak kota megapolitan lain. Akibatnya, 27,22 persen waktu berkendara seorang pengemudi habis hanya untuk berhenti di jalan karena macet sangat parah.




Dengan promosi sangat masif dan skema pembiayaan sangat mudah dan murah untuk membujuk orang membeli mobil baru, tingkat penjualan mobil baru dari pabrikan mobil sekitar 1,1-1,2 juta unit setahun secara nasional.




Angka itu untuk semua tipe, merek, kelas, dan varian --Jakarta menyerap paling banyak-- tidak heran jika jalan-jalan kota-kota besar sangat sesak.




Kesesakan itu makin buruk jika dimasukkan variabel kerugian publik dan nasional dari berbagai sisi, mulai dari kerusakan lingkungan, pemborosan biaya BBM, lubrikan, dan biaya logistik.




Belum lagi penurunan daya saing bisnis nasional di mata global, kualitas interrelasi penduduk dan keluarga, inefisiensi bisnis, dan lain sebagainya hingga tingkat sress warga dan peningkatan kriminalitas.