Jakarta (ANTARA News) - Pakaian bekas impor ilegal yang masuk ke Indonesia disinyalir dapat menggerus daya saing Industri Kecil Menengah (IKM) tekstil, menciptakan pengangguran, hingga berpotensi merugikan IKM triliunan rupiah.
"Namanya saja ilegal, tidak ada catatan pasti. Tapi tingkat pengangguran yang terjadi akibat impor ilegal ini ke industri kecil itu luar biasa besar. Setidaknya loss Rp10 triliun per tahun itu sudah pasti," kata Ketua Umum API Ade Sudrajat di Jakarta, Kamis.
Ade mengatakan, tidak ada ketentuan yang melegalkan impor pakaian bekas ke Indonesia, bahkan beberapa pertokoan yang menjajakan pakaian bekas tersebut pernah ditindak polisi di beberapa kota.
Ade mengatakan, API menawarkan solusi untuk memusnahkan pakaian bekas tersebut dengan cara mencacah dan mengembalikannya ke industri daur ulang untuk dibersihkan, kemudian bahannya digunakan sebagai barang untuk kebersihan, seperti alat pembersih lantai.
"Gudang-gudang kepabeanan itu sudah sangat penuh oleh sitaan-sitaan ini. Kalau dibakar bertentangan dengan Undang Undang Lingkungan Hidup, karena mencemarkan udara. Kalau solusi kami itu dicacah dengan pembiayaan daru swasta," kata Ade.
Menurut Ade, omzet dari IKM tekstil mencapai Rp50 triliun, sehingga jika potensi kehilangannya mencapai Rp10 triliun, maka nilainya tergerus hingga 20 persen.
Jadi, lanjut Ade, masyarakat perlu dididik soal penggunaan pakaian bekas impor ini sehingga tidak dijadikan budaya karena sangat berbahaya terhadap mental dan budaya Indonesia.
"Sebenarnya preferensinya itu ke konsumen. Edukasi harus ditempatkan menjadi prioritas. Bagi konsumen, ini menarik karena harganya murah, unik, karena tidak ada di pasaran dan katakanlah orang kita sudah nyeleneh," ujar Ade.
Pakaian bekas impor rusak daya saing tekstil lokal
5 Februari 2015 15:24 WIB
Sejumlah calon pembeli melihat pakaian bekas impor di Pasar Senen, Jakarta (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015
Tags: