Jakarta (ANTARA News) - Ketua Kelompok Fraksi VII FPKB DPR RI Syaikhul Islam mendesak Pemerintah dan PT Freeport Indonesia untuk menaati amanah UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) soal ekspor hasil pemurnian.

"Dalam UU Minerba sudah mengatur secara tegas bahwa perusahaan pertambangan harus melakukan pengolahan dan pemurnian serta mengeskpor hasil tambangnya setelah hasil pemurnian," kata Syaikhul Islam pada diskusi "Menggugat Regulasi dan Menagih Janji PT Freeport Indonesia" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu.

Menurut Syaikhul Islam, UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba secara tegas mengamanahkan agar perusahaan pertambangan membangun smelter yakni fasilitas pengolahan dan pemurnian hasil pertambangan sehingga memiliki nilai tambah.

UU Minerba, kata dia, secara jelas menyebutkan bahwa perusahaan pertambangan diberikan waktu paling lama selama lima tahun untuk membangun fasilitas smelter.

"Sesuai amanah UU yang disahkan pada Januari 2009 tersebut, maka batas waktu pembangunan smelter paling lambat pada Januari 2014," katanya.

Syaikul menjelaskan, perusahaan pertambangan emas dan tembaga berskala sangat besar yakni PT Freeport Indonesia menyatakan akan membangun smelter di Gresik, Jawa Timur.

"Tapi, realitasnya hingga Januari 2014 belum membangun fasilitas tersebut," kata anggota DPR dari Daerah Pemilihan I Jatim (Surabaya dan Sidoarjo) itu.

Padahal, kata dia, jika perusahaan tersebut sungguh-sunguh, maka dalam waktu tiga tahun pembangunan fasilitas itu sudah selesai.

Pada kesempatan tersebut, Syaikhul juga mengkritik Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Minerral (ESDM) yang dinilai memberikan toleransi besar kepada PT Freeport dengan membuat
Peraturan Pemerintah (PP) serta Peraturan Menteri (Permen ESDM) yang di dalamnya menyebutkan perusahaan pertambangan harus mengolah atau memurnikan hasil tambangnya agar bisa diekspor.