Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Pusat Kajian Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono, menyebutkan tiga hal positif dalam 100 hari pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla.

"Pertama, mengeksekusi terpidana mati kendati sejumlah protes dari negara luar berdatangan, artinya presiden memberikan kepastian hukum dan sebagian masyarakat mengapresiasi kebijakan yang sudah berjalan itu," kata Bayu Dwi Anggono dalam diskusi Hasil Survei Kepercayaan Publik Terhadap Pemerintahan Jokowi di Jakarta, Rabu.

Bidang kedua yang dinilai positif adalah ketegasan presiden melalui Menteri Kelautan dan Perikanan untuk menenggelamkan kapal asing yang dianggap sebagai sikap pemimpin berani dan tegas.

Bidang ketiga adalah Presiden Joko Widodo memerintahkan Menkum HAM menggelar rapat bersama Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Jaksa Agung untuk menyepakati peninjauan kembali (PK) hanya bisa diajukan satu kali karena PK dianggap menjadi celah bagi para terpidana mati.

"Presiden harus diapresiasi karena berani, demi kepastian hukum PK hanya satu kali," kata Bayu Dwi Anggono.

Kendati menjabarkan tiga hal positif namun Bayu Dwi Anggono mengkritik kebijakan tersebut masih bersifat kecil dan belum dikemas dalam bentuk pembangunan hukum yang lebih besar untuk Indonesia ke depannya.

Selain itu Bayu juga meminta Presiden Joko Widodo segera menyelesaikan polemik antara dua institusi hukum.

"Harus diakui masalah KPK dan Polri menggangu sistem penegakan hukum. Mereka harus terpadu untuk itu berikanlah kesempatan kepada pengadilan membuktikan dan masyarakat mesti melepaskan stigma satu lembaga adalah benar dan satu lembaga salah," ujar Bayu.