Defisit perdagangan Indonesia-Tiongkok "kronis"
27 Januari 2015 18:42 WIB
Menko Perekonomian Sofyan Djalil (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
Beijing (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Sofyan Djalil menilai, defisit perdagangan antara Indonesia dan Tiongkok, sudah pada tahap kronis dan harus segera dibenahi.
"Ini bisa dikatakan memang persoalan kronis. Defisit yang dialami Indonesia dalam perdagangan dengan Tiongkok semakin tinggi dari waktu ke waktu," katanya, dalam obrolan dengan Antara di Beijing, Selasa.
Sofyan mengatakan tingginya nilai defisit yang dialami Indonesia dalam perdagangan dengan Tiongkok dikarenakan kinerja industri di Indonesia semakin menurun. Akibatnya, Indonesia ketergantungan kepada ekspor komoditas yang harganya kadang tidak menentu.
"Kondisi itu semakin parah, atau defisit makin lebar dengan kebijakan pemerintah untuk menghentikan ekspor komoditas yang selama ini menjadi andalan ekspor Indonesia. Akhirnya, defisit kita kini mencapai 14 miliar dolar AS," ujarnya.
Namun, lanjut Menko Sofyan, kondisi tersebut hanya bersifat sementara. "Kini sejumlah investor, termasuk dari Tiongkok telah berkomitmen untuk membangun smelter di Indonesia, dengan begitu dalam jangka menengah kita sudah dapat mengekspor produk setengah jadi atau jadi yang bernilai tambah lebih bagus," tuturnya.
"Dengan demikian, dari bauksit, kita ekspor kita bisa ekspor alumina atau alumunium, kita dapat mengekspor veronikel, stainless steel dan seterusnya, yang memiliki nilai tambah lebih dan tentu harganya lebih tinggi. Jadi, meski dalam jangka pendek defisit masih akan menghantui perdagangan kita dengan Tiongkok, tetapi pada jangka menengah akan mulai pengurangan defisit," kata Sofyan mencontohkan.
Selain memperkuat kinerja industri nasional, manufaktur, dan perbaikan layanan perijinan investasi, serta terjaminnya iklim investasi yang kondusif, maka perdagangan kedua negara akan semakin menuju keseimbangan.
"Kita juga akan lebih profesional dalam mengelola produk perkebunan, pertanian seperti buah-buahan. Untuk produk buah-buahan kita masih kalah dengan Malaysia dan Thailand dalam memasuki pasar Tiongkok, padahal buah-buahan kita tidak kalah kualitasnya," kata Sofyan.
Pembenahan diberbagai lini untuk menghasilkan produk ekspor, penting dilakukan sehingga mudah diterima pasar, termasuk pasar Tiongkok. "Kami juga berharap Tiongkok makin membuka pasarnya bagi produk-produk unggulan dan berkualitas dari Indonesia, seperti buah-buahan," katanya.
Indonesia berharap kerja sama perdagangan yang semakin kuat dengan Tiongkok, berkelanjutan, saling menguntungkan dan seimbang, terutama untuk mencapai target perdagangan sebesar 80 miliar dolar AS pada 2015, ujar Menko Sofyan.
Catatan Kementerian Koordinator Perekonomian menyebutkan hubungan perdagangan kedua negara selama lima tahun terakhir (2009-2013) menunjukkan tren positif sekitar 19,58 persen, meski total nilai neraca perdagangan kedua negara, masih lebih menguntungkan pihak Tiongkok, khususnya setelah diberlakukannya "ASEAN-China Free Trade Area".
Sejak CAFTA diberlakukan pada 2010, defisit perdagangan Indonesia dan Tiongkok terus meningkat, terutama disektor industri.
Total defisit Indonesia disektor industri selama kurun 2009-2013 tercatat 16,7 miliar dolar AS, di mana pada 2012 mencapai rekor tertinggi dengan nilai 6,3 miliar dolar AS dan menurun menjadi 5,5 miliar dolar AS.
Sedangkan disektor perdagangan total nilai perdagangan Indonesia dan Tiongkok pada 2013 tercatat 52,4 miliar dolar AS, dengan ekspor Indonesia ke Tiongkok mencapaai 22,6 miliar dolar AS dan impor sebesar 29,8 miliar dolar AS.
Sementara untuk periode Januari-Oktober 2014 ekspor Indonesia ke Tiongkok terccatat 14,6 miliar dolar AS dan impor sebesar 25,0 miliar dolar AS, dengan total perdagangan sebesar 39,7 miliar dolar AS.
Di bidang investasi, pada 2014 hingga triwulan ketiga realisasi investasi Tiongkok di Indonesia mencapai 328 juta dolar AS dengan jumlah proyek 435, atau menduduki peringkat ke-12 realisasi investasi berdasar negara asal.
Pada 2013 realisasi investasi Tiongkok di Indonesia mencapai 296,8 juta dolar AS dengan 411 proyek.
Indonesia dan Tiongkok sepakat memperkuat hubungan dan kerja sama ekonomi yang telah berjalan baik selama ini, dengan menggelar dialog pertama ekonomi tingkat tinggi Indonesia-Tiongkok yang berlangsung di Beijing pada Senin (26/1).
Dalam dialog tersebut delegasi Indonesia dipimpin Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Sofyan Djalil dan delegasi Tiongkok dipimpin Dewan Negara Yang Jiechi.
Penguatan kerja sama ekonomi itu antara lain dengan meningkatkan kerja sama perdagangan yang berkelanjutan, investasi bidang infrastruktur dan bidang lainnya, energi, keuangan, pertanian dan perikanan, serta pengembangan Kawasan Industri Terpadu (KIT).
Pewarta: Rini Utami
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015
Tags: