DPR Sebut sistem satu paket lebih berpeluang
23 Januari 2015 20:49 WIB
Pembahasan perpu pilkada Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kanan) bersama Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (kedua kanan) menghadiri rapat dengan Komisi II DPR guna membahas perpu pilkada di Jakarta, Senin (19/1). Komisi II DPR menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Pilkada untuk disahkan menjadi Undang-Undang. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay) ()
Makassar (ANTARA News) - Legislator DPR-RI, Amir Uskara menyatakan, sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang akan dilaksanakan tahun ini masih dibahas di Komisi II dan sistem satu paket jauh lebih berpeluang.
"Perppu sudah ditetapkan, tetapi dalam Perppu itu hanya membahas beberapa hal dan tidak semuanya dibahas secara gamblang, termasuk sistem yang akan digunakan apakah pilkada dengan satu paket atau tidak," ujarnya yang dikonfirmasi melalui telepon genggamnya (HP) dari Makassar, Jumat.
Amir mengatakan, Pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) itu hanya menitikberatkan pada pemilihan secara langsung dan bukan melalui DPRD.
Bukan cuma itu, yang tidak kalah dalam perdebatan adalah adanya pembatasan dinasti politik. Namun, untuk pendamping wakil kepala daerah tidak diatur dalam Perppu.
"Kalau itu (sistem satu paket) masih alot dibahas di Komisi II. Tapi peluangnya masih terbuka lebar. Dari pembahasan teman-teman, masih dominan yang menginginkan secara satu paket," ucapnya.
Amir menuturkan, sejauh ini sebagian besar fraksi di Komisi II menginginkan masih diterapkannya sistem satu paket. Utamanya Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"Tetapi itu masih berubah-ubah di Komisi. Nanti lah dilihat bagaimana perkembangannya. Kan hasilnya baru rampung awal Februari nanti dan ini masih ada beberapa minggu," katanya.
Diketahui, pemilihan satu paket adalah pemilihan kepala daerah bersama dengan wakilnya. Sedangkan pemilihan tidak satu paket, kepala daerah dipilih, kemudian kepala daerah tersebut berhak menentukan sendiri untuk memilih wakilnya.
Partai politik yang tidak setuju dengan sistem paket adalah Partai Demokrat, Golkar, PDI Perjuangan, PAN, PPP, pemerintah dan DPD. Adapun parpol yang setuju dengan sistem paket adalah PKS, PKB, Gerindra, dan Hanura.
"Perppu sudah ditetapkan, tetapi dalam Perppu itu hanya membahas beberapa hal dan tidak semuanya dibahas secara gamblang, termasuk sistem yang akan digunakan apakah pilkada dengan satu paket atau tidak," ujarnya yang dikonfirmasi melalui telepon genggamnya (HP) dari Makassar, Jumat.
Amir mengatakan, Pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) itu hanya menitikberatkan pada pemilihan secara langsung dan bukan melalui DPRD.
Bukan cuma itu, yang tidak kalah dalam perdebatan adalah adanya pembatasan dinasti politik. Namun, untuk pendamping wakil kepala daerah tidak diatur dalam Perppu.
"Kalau itu (sistem satu paket) masih alot dibahas di Komisi II. Tapi peluangnya masih terbuka lebar. Dari pembahasan teman-teman, masih dominan yang menginginkan secara satu paket," ucapnya.
Amir menuturkan, sejauh ini sebagian besar fraksi di Komisi II menginginkan masih diterapkannya sistem satu paket. Utamanya Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"Tetapi itu masih berubah-ubah di Komisi. Nanti lah dilihat bagaimana perkembangannya. Kan hasilnya baru rampung awal Februari nanti dan ini masih ada beberapa minggu," katanya.
Diketahui, pemilihan satu paket adalah pemilihan kepala daerah bersama dengan wakilnya. Sedangkan pemilihan tidak satu paket, kepala daerah dipilih, kemudian kepala daerah tersebut berhak menentukan sendiri untuk memilih wakilnya.
Partai politik yang tidak setuju dengan sistem paket adalah Partai Demokrat, Golkar, PDI Perjuangan, PAN, PPP, pemerintah dan DPD. Adapun parpol yang setuju dengan sistem paket adalah PKS, PKB, Gerindra, dan Hanura.
Pewarta: Muh Hasanuddin
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: