Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pengujian sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif, dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
"Majelis hakim meyatakan permohonanan para pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis.
Mahkamah berpendapat bahwa alasan permohonan yang diajukan bertentangan antara yang satu dengan yang lain.
Para pemohon menguraikan bahwa proses input data dan rekapitulasi penghitungan suara melalui sistem informasi harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan seperti dinyatakan dalam Pasal 173 ayat (1) UU Pileg dan Pasal 248 UU Pilpres.
Kendati demikian, para pemohon lalu memaparkan bahwa pembentukan Pasal 173 ayat (1) UU Pileg dan Pasal 248 UU Pilpres tidak jelas rumusannya sehingga tidak memiliki kedayagunaan dan kehasilgunaan.
Selain itu, Mahkamah juga menilai bahwa antara posita dengan petitum permohonan yang diajukan tidak konsisten.
Para pemohon dari uji materi UU Pileg dan UU Pilpres ini adalah Koramen Haulian Sirait dan Dolfijn Max Lawalata.
Keduanya juga memohon pengujian formil atas Pasal 173 UU Pileg dan Pasal 248 UU Pilpres, namun dalam bagian tuntutan, para Pemohon tidak memohon putusan terkait pengujian formil dimaksud.
MK tolak gugatan UU Pilpres dan Pileg
22 Januari 2015 23:53 WIB
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: