Davos (ANTARA News) - Pemerintah akan meninjau ulang bisnis upstream (hulu) PT Pertamina (Persero) menyusul melemahnya harga minyak mentah dunia.

"Begitu saya pulang, bisnis upstream Pertamina akan ditinjau ulang," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan A Djalil di sela-sela Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) di Davos, Swiss, Kamis.

Sofyan Djalil mengatakan setelah mengikuti serangkaian dialog dan diskusi ekonomi, khususnya di bidang minyak dan gas (migas), dengan para pakar dan pemain global di bidang migas, ada perspektif baru mengenai pengelolaan migas nasional.

"Banyak pemain migas global yang membatalkan proyek-proyek besar mereka, karena harga minyak dunia yang menurun," kata Sofyan.

Bahkan ada kecenderungan, lanjut dia, para pemain migas global juga meninjau ulang proyek-proyek marginal mereka.

Melihat tren tersebut, Sofyan mengatakan Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus lebih hati-hati terkait bisnis hulunya. Apalagi, kata dia, banyak proyek eksplorasi dilakukan dengan asumsi harga minyak 100 dolar AS/barel.

Padahal, lanjut dia, tren harga minyak dunia terus menurun dalam waktu lama dan sulit menembus angka 100 dolar AS/barel dalam waktu dekat. "Tidak bisa dipastikan sampai kapan (harga minyak turun), dikatakan sampai jangka menengah," kata Sofyan

Oleh karena itu, pemerintah akan meninjau bisnis hulu Pertamina berdasarkan tren harga minyak dunia tersebut, agar mendapatkan hasil terbaik.

"Kami akan melihat apa saja yang dieksekusi, kalau belum apa yg harus dilakukan," katanya.

Ia menilai proyek-proyek yang mahal akan ditinjau ulang, termasuk pencarian dan pembelian ladang minyak baru di luar negeri, serta pengambilalihan kontrak migas yang habis.

"Nanti akan ada steering committe untuk itu," kata Sofyan.

Namun, untuk pembangunan kilang minyak baru, ia mengatakan akan tetap diperlukan mengingat terakhir Indonesia membangun kilang minyak di Balongan tahun 1986.

Di sela-sela WEF, Sofyan juga bertemu dengan sejumlah pemain migas global baik yang belum maupun sudah investasi di Indonesia, seperti Chevron, BP, dan Aramco.