Malang (ANTARA News) - Ratusan sopir angkutan kota di Kota Malang, Jawa Timur, melakukan mogok massal memrotes pengoperasian bus sekolah yang dilakukan secara diam-diam oleh pemkot setempat, sehingga penghasilan mereka menurun drastis, Kamis.

Ratusan sopir angkutan kota (angkot) berbagai jalur itu sejak pagi sudah memarkir angkotnya di sepanjang jalan area Alun-alun Tugu yang berada di kawasan Balai Kota dan gedung DPRD Kota Malang.

Akibatnya, warga yang biasanya menggunakan jasa angkot akhirnya tidak terangkut dan hanya berdiri di sepanjang jalan jalur dilalui angkot.

"Aksi yang dilakukan ratusan sopir ini spontanitas, tidak ada koordinasi, bahkan saya pun baru diberitahu dan langsung berangkat. Mereka tiba-tiba mengajak turun jalan memrotes keberadaan bus sekolah yang beroperasi secara diam-diam," kata Ketua jalur mikrolet Landungsari-Gadang Achmad Chodar, di sela-sela aksi.

Tidak hanya di kawasan Balai Kota dan gedung DPRD Kota Malang saja yang dipenuhi ratusan angkot, di sejumlah kawasan yang berdekatan dengan SPBU dan terminal juga dipenuhi angkot yang diparkir di sepanjang jalan, seperti terlihat di Jalan Raya Tlogomas.

Salah seorang sopir angkot jalur Landungsari-Dinoyo-Gadang, Ahmad mengaku sejak dioperasionalkannya bus sekolah, penghasilannya turun drastis. Ketika bus sekolah belum beroperasi, pendapatannya bisa mencapai Rp80 ribu per hari, sekarang hanya sekitar Rp30 ribu per hari.

Selama ini, katanya, penumpang dari kalangan pelajar mencapai 30 sampai 40 persen, bahkan bisa lebih. "Kalau ada bus sekolah, jumlah penumpang dari kalangan pelajar menurun drastis, apalagi bus sekolah ini gratis, sehingga banyak pelajar yang berebut naik bus sekolah," tegasnya.

Karena sepinya penumpang tersebut, kata Ahmad, banyak sopir sampai rela utang untuk menutup setoran kepada pemilik angkot akibat penghasilannya yang menurun drastis. "Kami berharap pemerintah mengetahui kondisi kami di lapangan," ujarnya.

Menanggapi keluhan dan protes ratusan sopir angkot tersebut, Wali Kota Malang Moch Anton akhirnya menemui perwakilan sopir di ruang sidang balai kota setempat.

Anton tetap kukuh agar bus sekolah tetap dioperasionalkan karena banyak warga yang tidak mampu berharap anak-anaknya terangkut angkutan gratis (bus sekolah).

"Bus Sekolah ini untuk kebaikan masyarakat yang tidak mampu dan bergantung pada transportasi gratis untuk sekolah. Saya paham dengan kondisi sopir di lapangan, namun bus sekolah ini masih kita uji cobakan dan dari uji coba itu akan dikaji kembali, apakah keberadaannya benar-benar merugikan angkot atau tidak," katanya.

Oleh karena itu, Anton meminta pengertian para sopir angkot karena langkah itu untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas, yakni warga kurang mampu yang tetap ingin dan berjuang menyekolahkan anak-anaknya, meski kondisinya kesulitan finansial.

Sementara itu Kapolresta AKBP Singgamata menantang para sopir angkot untuk membuktikan dan mengkaji bersama tentang adanya kerugian bila bus sekolah dioperasionalkan.

"Mari kita buktikan bersama, kita cek secara objektif, apakah benar keberadaan bus sekolah ini mengurangi pendapatan sopir angkt atau tidak," tegasnya.

Ia berpendapat enam bus sekolah di Kota Malang hanya mampu menampung kurang dari 300 siswa, karena kapasitasnya sangat terbatas, yakni hanya 40 sampai 45 siswa. Sementara jumlah siswa di Kota Malang mencapai puluhan ribu, sehingga tidak mungkin keberadaan bus sekolah menurunkan pendapatan sopir angkot secara signifikan.

Bus sekolah yang berjumlah 6 unit tersebut telah diluncurkan pada akhir Desember 2014 dan dilakukan uji coba mulai Senin (19/1).